16
Saat ini aku berada di apartemen Senji, karna aku harus membimbingnya belajar mulai sekarang. Hal ini bermula sejak Pak Marcus membagikan hasil ujian fisika, sekitar beberapa hari yang lalu. Sebagai guru yang dijuluki kejam, hari itu ia semakin mempertebal julukan kejamnya. Tak ada pujian atau rasa bangga yang ia tunjukan meskipun ada siswa yang mendapat nilai sempurna, namun berbanding terbalik pada siswa yang mendapat nilai buruk, dan sialnya Senji menjadi yang terburuk saat itu. Pak Marcus memarahinya, bahkan memberikan hinaan rasis padanya. Ia bahkan menyebut Senji 'orang Jepang tak berguna', bahkan menyuruhnya kembali ke Jepang.
Saat itu kurasa tindakannya sudah kelewat batas, dan tak mengherankan Senji memanas karnanya. Ia menendang mejanya, menghampiri Pak Marcus, lalu mencengkram kerah kemeja guru malang itu. Senji mendorongnya ke dinding kelas hingga membuat murid perempuan histeris ketakutan. Aku dan beberapa orang disana mencoba memisahkan mereka dan memaksa Senji untuk berhenti. Mata Senji sangat menakutkan saat itu, seakan Pak Marcus bisa saja dibunuh jika Ia mau. Aku benar-benar memaksanya berhenti, sampai akhirnya ia mendengarkanku.
" Jaga mulut anda! Bukan seperti ini cara untuk mengajar!" Senji melepas cengkramannya.
Pak Marcus membenarkan kemejanya. "Jika kau tidak bisa kuatur, kurasa wali kelasmu yang harus mengaturmu." Pak Marcus lalu pergi meninggalkan kami.
Tak lama, Pak Dimas datang dengan wajah lelah, wajah semacam orang yang mengadapi permasalah yang sama berulang. "Ada ulah apa lagi?" Matanya langsung fokus ke Senji. Jujur aku sampai hafal wajah Pak Dimas setiap kejadian semacam ini terjadi, matanya sayu dan beberapa kali menghela nafas panjang. "Kenapa Pak Marcus sampai marah-marah begitu?" Tambahnya. "Sheen, ikut saya."
Aku bingung, sebagai orang yang tidak terlibat insiden tadi, kenapa aku yang dipanggil? Aku mengikutinya lalu ia mengajaku mengobrol diluar kelas. Ia bertanya apa yang terjadi, dan kujelaskan semuannya. Setelah selesai bercerita, ia terlihat semakin bingung dan akhirnya menyuruhku memanggil Senji.
Saat kami bertiga sudah diluar kelas dan saat pak Dimas ingin memulai pembicaraan, ia bersikap aneh. Pak Dimas menegok kearah pintu kelas dan benar saja semua murid sudah disana seakan mau menguping. Akhirnya Pak Dimas membawa kami berdua keruangannya. "Baiklah, saya sudah dengar semuanya dari Sheen." Ucap pak Dimas saat kami tiba dan duduk di sofa. "Senji, masalah apa lagi hari ini? Sebagai wali kelasmu, bila kau punya permasalahan di sekolah ini, kau bisa cerita ke saya." Ucapnya lembut.
Namun lembutnya ucapan Pak Dimas, tak berpengaruh pada sifat keras Senji. Dia memasang wajah murka, dan semakin meledak-ledak. "Kau tidak berhak ikut campur masalahku! Kalau kalian pikir aku masalah disekolah ini, keluarkan saja!" Matanya kembali tajam, sungguh aku tak nyaman duduk disampingnya. "Jangan berlagak perhatian! Aku tahu kau sama seperti guru lain! Kalian menggangapku sampah disekolah ini, kan?!" Ia berdiri dari sofa, dengan tatapan lebih mengerikan "Aku tidak akan berubah! Aku akan seperti ini sampai guru dan sekolah brengsek ini bisa menerimaku." Dia pergi meninggalkan kami sambil membanting pintu.
Benar-benar orang yang mengerikan. Meski itu sudah berlalu, aura amarahanya masih sangat terasa. Saat Senji keluar ruangan, aku dan Pak Dimas memikirkan solusinya, hingga akhirnya Pak Dimas menyarankanku menjadi tutor Senji dirumah. Awalnya aku menolak, bahkan menyarankan siswa lain saking tak inginnya. Tapi ia memaksaku karena aku satu-satunya teman Senji di sekolah. Dengan berat hati akhirnya kuiyakan, namun dengan syarat kalau aku boleh berhenti kapanpun, terlebih saat aku sudah sangat tak tahan mengajarnya. Ia menyetujuinya, dan itulah mengapa aku diapartemen Senji Sekarang.
Sore ini aku mengajari Senji beberapa teori umum tentang kelistrikan. Awalnya aku bersemangat mengajarinya karena aku menguasai teori ini, namun saat ia mulai berhitung mengikuti rumus, aku yakin ini tak akan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)
Mystery / ThrillerOblivious adalah program pemerintah di masa-depan, dimana setiap tahun satu orang anak akan terpilih menjadi HOPE dan berhak atas beasiswa penuh di Universitas dunia yang bebas ia pilih pada malam penobatan. Menjadi HOPE adalah impian semua anak, na...