First Level (07/10)

13 3 0
                                    

07

Mataku agak berat terbuka, namun saat ini matahari sudah sangat tinggi. Sepertinya sekarang sudah hampir tengah hari. Aku lihat Axel masih tertidur sambil mendekap tas yang penuh berisi makanan. Aku membalikan tubuhku keposisi terlentang dan melihat keatas pohon persik. Aneh sungguh aneh, sebelum kami tertidur buah dipohon ini sangat lebat, namun sekarang tak ada satupun buah disana. Meski kini tak berbuah, pohon persik ini masih rindang dan teduh, tak heran Axel masih nyaman tertidur sekarang, mungkin dia perlu waktu untuk memulihkan kesehatannya.

Kulihat Axel sedikit bergerak, mungkin dia akan segera bangun. Aku menutup mata untuk pura-pura tidur. Dengan kondisi yang masih menutup mata, kudengar Axel menguap pertanda dia sudah benar-benar bangun.

"Mmm.. dia masih tidur." Kudengar Axel berbicara sendiri lalu diam sejenak. "Ini sudah hari ke-empat.  tanpa dia, aku pasti sudah kelaparan dihari pertama."

Aku tertawa dalam hati. Ide untuk pura-pura tidur ini bermanfaat juga untuk mengetahui sisi asli Axel. Aku berharap dia banyak memujiku lagi, karena sekarang dia tidak mungkin berbohong.

"Bibirnya kering." Dari volume suaranya, kurasa dia mendekat untuk melihat wajahku. "Dia benar benar mengutamakan temannya, dibanding dirinya sendiri. Apa dia gila?" Ucapnya. Dia lalu berbisik kecil, namun sangat jelas kudengar. "Aku menyukaimu"

Seketika tubuhku bergetar dan setengah mati aku terkejut. Kubuka mataku spontan dan kulihat jarak wajah kami hanya beberapa inci. Aku mundur menjauh dan masih tak percaya akan apa yang kudengar. Kulihat Axel juga terkejut mengetahui kalau aku tiba-tiba bangun.

"Apa aku orang yang kau maksud semalam?!" aku masih kaget dan heran.

" Kau tidak tidur? Kau pura-pura?" Alihnya. Kulihat Axel benar-benar Syok.

"jangan bilang ajakan satu kelompok, tujuannya untuk ini?!" Aku sudah tidak bisa berpikir tenang,  apa benar tujuan dia mengajakku satu kelompok hanya untuk berduaan disini?

"Bukan, bukan karena ini. Ini murni aku butuh bantuan untuk lulus ujian ini. Aku tidak punya banyak teman untuk membantu, tolong percaya." Terangnya. Sayangnya aku yang masih syok tidak terlalu mempercayai omongannya.

Saat aku ingin menyangkal omongannya, tiba-tiba pulau ini bergetar, kurasa ada gempa yang akan terjadi sekarang. Gempa ini tidak terlalu kuat dan destruktif, namun anehnya kulihat semua tumbuhan menjadi layu dan mati. Pohon persik didekat kami pun seketika mati. Daunnya sekejap berwarna coklat dan jatuh serempak.

Pandangan Axel teralih melihat pohon itu, membuatku punya kesempatan untuk lari darinya. Entah apa yang kupikirkan, tapi kupikir menjauh dari Axel adalah hal terbaik saat ini. Aku berlari menuruni tebing ini, kudengar Axel memangil namaku dari belakang namun aku sama sekali tidak berbalik ataupun menjawabnya. Kupercepat lariku hingga dia tidak bisa bisa lagi menyusul. Kini aku sudah ada di tengah hutan, namun aku semakin terkejut melihat hutan lebat ini menjadi sangat tandus. Pohon-pohon hanya tersisa batangnya saja, daun-daunya sudah kering berhamburan ditanah. Aku berjalan menyusuri pulau ini, tanahnya sangat kering dan banyak retakan, batang pohon dan ranting sangatlah kering dan aku sama sekali tidak melihat tumbuhan hidup atau hewan disini. Ada apa dengan Ibu Tori? Mengapa menyeting pulau dengan kondisi tragis seperti ini. Bila dia tidak ingin memberikan nilai tambahan, harusnya tidak dengan cara kejam seperti ini. Sebaiknya aku menyusuri sisi tenggara pulau ini, karena hanya disitu tempat yang belum aku kunjungi.

Setelah satu jam aku berjalan kearah tenggara pulau ini, ternyata disini pohon juga sudah mati. Aku terkejut, meski tidak ada tumbuhan hidup disini namun tanah diarea ini sangat basah dan tidak segersang area lain. Aku mulai berpikir kalau ini juga termasuk ujian kami. Kuingat manusia masa purba dahulunya hidup berpindah karena kehabisan sumber makanan, namun mereka mulai menetap dengan cara bercocok tanam. Bu Tori mungkin memberi ujian bila kami benar-benar terdampar hingga waktu yang lama, kami tak boleh hanya menghabiskan sumber makanan dipulau, namun juga harus menanamnya kembali. Area basah ini pastilah dibuat Bu Tori untuk memastikan kami untuk bercocok tanam hanya didaerah ini, agar komputer mudah mendeteksinya. Tapi tumbuhan tidak tumbuh secepat itu, sebelum buahnya tumbuh pastilah indikator kami sudah menurun ke-titik 0% bahkan sebelum tengah malam. Ah, ujian yang membingungkan. Lalu bagaimana kami akan bertahan bila tidak ada sumber makanan disini. Seingatku makanan hanya tersisa di tas kami. Benar, hanya makanan didalam tas itu yang bisa aku dan Axel makan dipulau ini. Tas itu sekarang pasti dipegang Axel, dan dengan situasi yang lalu, aku masih belum siap bertemu lagi dengannya. Aku merasa bodoh dan kekanak-kanakan sekarang, kenapa aku harus lari darinya? Kenapa aku menghindar seperti ini? Kurasa aku harus menemuinya, tapi aku benar-benar belum siap menemuinya, dan akupun tidak tau kenapa aku belum siap.

OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang