Clarity (37/40)

8 3 0
                                    

37

Hari ini adalah hari baru. Hari disaat semua kebenaran sudah kuketahui. Hari disaat semua orang harus tahu kebenarannya dan pelaku sebenarnya harus diadili sesuai perbuatanya. Hari ini adalah hari terakhir sebelum hari pengadilan Senji. Karena aku tidak punya wewenang dalam kasus ini, akhirnya aku meminta detektif Wimpey untuk mengumpulkan semua anak buahnya siang ini. Cukup mudah membujuk detektif Wimpey, bahkan setelah aku bilang padanya bahwa aku tahu siapa pelakunya, detektif tambun itu malah menawarkan untuk menghadirkan pihak polisi juga. Sebagai saksi, tak hanya detektif itu dan anak buahnya yang hadir, tapi semua guru, teman-temanku, dan teman sekelas kriminologiku juga hadir sana. Suatu momen yang jarang, namun memang harus terjadi.

Mereka semua sudah duduk dikursi aula besar ini, sementara aku berdiri tepat di atas podium aula ini. Aku sering berdiri disini saat sekolah, tepatnya saat mempresentasikan tugasku. Namun kutekankan, sekarang aku disini bukan untuk mempresentasikan mata pelajaran, namun untuk menjelaskan suatu kebenaran. Dari sini, aku melihat semua orang dari semua sudut aula. Barisan depan berisi murid kriminologi dan juga teman-teman dekatku, sementara pak Regan dan detektif Wimpey duduk dikursi diatas podium tepat di sebelahku, lengkap dengan beberapa orang polisi berdiri dibelakang kursi mereka. Kulihat pak Regan menundukan kepalanya dengan tangan memangku keningnya seakan yang kulakukan adalah suatu kesalahan dimatanya. Aku tahu apa yang ada dipikirannya. Bila aku salah menuduh ataupun tidak punya bukti yang kuat, aku bisa dipenjara saat ini juga. Namun hari ini bukan aku yang akan di penjara, akan kubuktikan padanya.

"Baiklah, selamat siang semua." Aku memulai bicara. Semua orang memandangku dengan tajam. Teman-temanku memandangku khawatir, sedangkan pak kepala sekolah di ujung kursi memandangku sinis. "Esok adalah hari persidangan Senji, jadi kuharap kalian mendengar semua detail ucapanku. Kalian adalah saksi dihari ini, saksi bahwa kebenaran bukanlah sesuatu yang harus ditunggu, namun sesuatu yang harus diperjuangkan dan dibuktikan." Ucapku. Kulihat Edith memberikanku sebuah senyuman, meskipun dimatanya tetap terpancar jelas kekhawatiran. "Sebelumnya, saya melakukan penyidikan dengan teman-teman saya. Sebuah penyidikan yang melampaui hasil penyidikan kalian, para profesional." Aku menatap pada sekumpulan orang tim penyidik di baris belakang. "Dalam penyidikan kami, kami dapat menyimpulkan kronologis pembunuhan pak Dimas, yang mungkin berbeda dengan apa yang kalian pikirkan." Aku berjalan sedikit maju ketengah podium dan menghela nafasku sebelum memulai bicara. "Pada hari sabtu, dua puluh empat Maret, sekitar pukul tujuh malam. Pak Dimas datang ke sekolah untuk mengerjakan tugasnya sebagai Chief Teacher terpilih, yaitu mengisi nilai-nilai Ujian Nasional siswa kelas dua belas. Karena tidak ada petugas keamanan yang menjaga gerbang, pak Dimas masuk dengan menggunakan kunci sidik jarinya. Di waktu yang bersamaan pelaku memanjat tembok sekolah dan menyabotase CCTV. Pelaku menunggu diatas tembok sampai Senji terekam melewati gerbang. Saat Senji sudah melintas, CCTV di matikan lalu pelaku memasuki gedung sekolah menuju ruang kerja pak Dimas. Pelaku tahu bahwa Senji dan Pak Dimas akan berbicara saat mereka bertemu, sehingga meberikan waktu bagi pelaku untuk menuju ruang pak Dimas sebelum ketahuan. Seperti yang kita tahu, pelaku tidak akan bisa memasuki ruangan pak Dimas yang terkunci sensor sidik jari. Sehingga pelaku menunggu Pak Dimas membuka pintu ruangannya. Saat pintu terbuka, pelaku segera memasuki ruangan pak Dimas dan segera menyetrumnya, dan segera melakukan aksi Sebenarnya. Pelaku melakukanya dengan cepat, lalu meninggalkan alat setrum tepat di sebelah mayat pak Dimas agar Senji menyentuhnya dan meninggalkan sidik jarinya disana. Benar saja, senji mengahampiri mayat pak Dimas dan menyentuh alat setrum itu. Karena memiliki trauma dengan alat setrum, Senji mengalami gangguan terhadap psikologisnya sehingga dirinya merasa terancam. Senji segera pergi dari sekolah itu untuk menghindari pelaku yang ia pikir akan membunuhnya dengan alat setrum itu. Saat senji pergi, pelaku kembali keruangan korban mungkin untuk memastikan aksinya benar-benar selesai dan yang pasti untuk mengambil alat setrum listrik itu" Jelasku.

OBLIVIOUS (Dunia Ratusan Tahun Dari Sekarang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang