Chapter 11

204 65 2
                                    

Terima kasih sudah mampir dan menetap^^

Happy reading~

•••••

Bahagia itu sederhana. Nggak bisa tuh kita nyari di mana-mana. Bahagia itu di depan mata kita sendiri. Tergantung gimana kita bersyukur memiliki apa yang kita punya.

•••••

"Udah sana lo masuk!"

Dia mengantarku sampai depan rumah. Padahal saat di taman kota aku nggak minta diantar sampai benar-benar di depan rumah. Lagian sudah malam, mana mungkin aku mau merepotkan dia lebih banyak lagi.

"Langsung pulang?"

"Iya, udah malem." balasnya.

"Oke." balasku mengangguk. Aku tersenyum, mengatakan terima kasih untuk waktu yang sudah diberikan. Dan traktirannya.

"Iyaaaa," dia terkekeh pelan, "Udah buruan masuk! Gue liatin dari sini."

"Idih, kayak bocah aja gue."

"Emang masih bocah!" dia menjulurkan lidahnya, meledek.

Huh, kalau bukan di depan rumah sudah kupukul dia. Sayangnya, di depan rumah ada Bi Iyem yang sejak tadi memperhatikan kami. Namun nggak lama Bibi kembali masuk ke dalam rumah. Aku sedikit risih kalau lagi bicara sama orang lain tapi diperhatikan dari jarak beberapa meter dengan tatapan intens. Pasti setelahnya bakalan ada wawancara dadakan.

"Iyaudah gue masuk. Lo hati-hati nanti di jalan."

Aku masuk ke dalam, melewati gerbang yang berisik kalau dibuka. Saat sampai di depan Bibi, aku menoleh ke belakang. Dia masih ada di sana, tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Seulas senyum kulemparkan padanya sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.

Saat di dalam, aku mengintip dari jendela. Memperhatikan dia yang mulai mengayuh sepedanya dan meninggalkan rumahku hingga menjauh tak terlihat.

Hari ini benar-benar bahagia.

Tanpa dia, mungkin aku cuma bisa diam di rumah, di dalam kamar sembari merenungkan banyak hal. Sedangkan bersamanya, aku dapat melupakan masalah yang kupunya. Meski nggak selamanya.

"Non lama banget pulangnya, Bibi tungguin tau."

Aku menatap Bibi yang berdiri di depan pintu dapur. Sambil terkekeh pelan, aku menghampirinya.

"Maaf ya, Mela tadi abis main sama temen. Pulangnya jadi agak lama. Bibi sendirian deh di rumah."

"Temen apa temen?"

Desiran aneh itu muncul lagi. Suhu tubuhku mendadak naik. Padahal Bibi cuma menggodaku, kenapa efeknya seperti ini?

"Temen kok." balasku.

"Non,"

"Iya, Bi?"

"Anu ..." Bibi kelihatan gelisah. Dia memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan. Aku bingung dan ingin tahu. "Nyonya sudah pulang."

Perkataan Bibi membuat mataku membulat sempurna. Sikapku langsung berubah nggak keruan. Sendok yang ada di atas meja sampai jatuh, aku nggak sadar kalau sudah menyenggolnya. Bibi yang melihatku bersikap aneh pun dengan sigap membantuku berdiri tegak dan menuntun ke bangku.

"Non kenapa?" tanya Bibi khawatir.

"Kaget," balasku terkekeh. "Serius aku kaget."

"Ih! Non," Bibi mendesah lega.

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang