Chapter 28

235 54 1
                                    

Happy reading.

Jangan lupa voment~

•••••

Kami masih saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Aku sadar bahwa yang kukatakan barusan adalah sebuah kejujuran. Entah akan berakibat seperti apa pada mereka, aku cuma mau mengutarakan apa yang kurasakan.

Aku nggak bisa lama-lama membiarkan semuanya hanya dalam pikiran saja. Aku bisa pusing sendiri kalau seperti itu.

Bagaimana juga aku menyayangi mereka berdua dan mereka pun sangat berhak untuk bahagia meski nggak sama aku.

"Mela?" panggil Gara.

Aku menoleh, menatapnya. "Ya?"

Dia menggaruk tengkuknya yang nggak gatal. "Gue nggak pernah maksa lo buat membalas perasaan gue. Tapi, gue nggak tau juga lo sayang sama gue tulus atau karena kasihan. Gue di sini cuma mau kasih waktu buat lo berpikir jernih." dia berhenti sebentar, melirik sekilas Ijal dan menghembuskan napas panjang. "Gue mau lo menghabiskan waktu bareng sama Rizal."

Perkataannya membuat sang empu nama menoleh padanya. "Maksud lo?"

"Gue mau kalian menyelesaikan masalah kalian lebih dulu. Nggak perlu bawa-bawa perasaan. Gue mau lo mengatakan semuanya sama Melati, Zal. Gue tau ada yang mau lo sampaikan."

"Serius?"

Gara mengangguk, "Gue tinggal dulu. Kalo udah selesai susul aja gue ke belakang. Nanti minta anter sama Rizal."

"Thanks," balas Rizal.

Tinggallah aku berdua dengannya yang sama-sama saling diam. Bingung mau mengatakan apa dan melakukan apa. Situasinya cukup akward dan membuat suasana jadi nggak nyaman.

"Ra?"

"Ya?"

"Pindah tempat, yuk?" ajaknya.

Meski ragu, aku mengangguk menyetujui. Kami pindah ke kamar Ijal. Di dalam kamar cowok tersebut ternyata sangat berantakan. Dia pun dengan sigap membereskan dahulu barang-barang yang sempat terbengkalai. Sementara pintu dibuka lebar, dia membuka jendela dan kami berdua mengobrol di balkon.

Dia sempat izin ke bawah untuk mengambil minum dan aku menunggu di balkon sendirian. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya secara perlahan. Aku harus tenang. Bagaimana pun akhirnya nanti, aku harus terima.

"Ra?" panggilnya.

Aku menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Ternyata dia.

Dia pun meletakkan minuman di atas meja kecil dan ikut duduk di sebelahku. Saat itu kami hanya terdiam sembari memandang ke luar yang panas. Beruntung di depan rumahnya ada pepohonan dan tanaman sehingga nggak terasa sangat panas.

"Jal?"

"Ya?"

"Kamu ... beneran nggak sayang sama aku?"

Dia menahan napas sejenak, sebelum akhirnya mengerjap-kerjap lucu.

"Kamu percaya?"

"Aku ...," kataku pelan. Aku menunduk, memainkan jemariku. "aku cuma penasaran. Aku cuma takut sama apa yang kamu bilang ternyata beneran."

Dia tertawa. Aku semakin nggak mengerti dirinya lagi. Dia kelihatan sangat berbeda. Kadang bisa sangat lembut, kadang bisa sekasar sebelumnya.

"Kok kamu malah ketawa?"

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang