Chapter 15

177 59 3
                                    

Terima kasih sudah mampir dan menetap^^

Happy reading~

•••••

Sudah hampir lima belas menit aku duduk di ayunan sembari menatap ikan-ikan yang tenggelam di kolam. Kasihan ya ikan di kolam itu, nggak bisa naik ke permukaan. Mereka semua tenggelam dan nggak tahu caranya untuk keluar. Beruntungnya mereka.

Karena semakin bosan, aku memilih beranjak dari taman dan memutari bagian rumah yang belum terjamah.

Kulewati lorong kecil yang menghubungi bagian rumah lainnya dengan perlahan. Hening masih menjalar, nggak terdengar suara siapa-siapa.

Rumah sebesar ini nggak mungkin cuma diisi sama dua orang, kan?

Nggak mungkin Dewa cuma tinggal berdua sama adiknya itu. Rumah ini begitu luas, masa nggak ada satu pun orang selain mereka.

Bingung dengan pemikiran sendiri, aku sampai nggak sadar saat mendengar suara seseorang yang mengobrol di salah satu ruangan. Dengan kurang ajar aku mengintip dari depan pintu.

Di dalam ruangan berukuran lumayan besar itu terdapat dua orang yang lagi mengobrol ringan. Nggak kedengeran jelas apa yang mereka bicarakan tapi sayup-sayup aku mendengar sedikit obrolan mereka.

"Lo kuat, Bro."

"Gue nggak sekuat lo."

"Justru lo yang paling kuat di antara kita. Lo yang paling tangguh. Lo yang paling luar biasa semangatnya. Lo harus kuat. Lo harus sanggup jalanin semuanya."

"Tapi ..."

"Nggak ada tapi-tapian. Jangan pesimis."

Aku menahan napas sejenak mendengar obrolan mereka. Sekarang kelihatan jelas apa saja yang ada di dalam kamar tersebut. Selain dua orang yang lagi mengobrol, keadaan kamar itu terlalu kosong. Cuma ada tempat tidur dan lemari saja. Nggak ada meja belajar atau yang lain, nggak ada sama sekali.

Namun saat kuperhatikan lebih lama, sampai saat salah satu dari mereka berdiri, nggak sengaja aku melihat salah satunya lagi masih duduk diam di sana.

Ternyata yang berdiri adalah adiknya Dewa sementara satunya lagi aku nggak tahu. Yang kulihat dia cuma duduk sampai akhirnya aku tahu, dia terdiam di atas kursi roda.

Aku mengerjap, menatapnya nggak percaya. Jadi, dia nggak sempurna?

Saat ingin melangkah mendekat dan memberi semangat pada mereka meski kedengeran kurang ajar, tiba-tiba tubuhku oleng karena ditarik seseorang dari belakang.

Tepat ketika aku berbalik, aku menatap wajah Dewa yang sudah memerah menahan marah. Aku yang nggak mengerti apa pun cuma bisa mengernyit bingung.

"Ngapain lo?!" desisnya. "Jangan kurang ajar di rumah orang."

"Apaan sih, gue tuh nyasar tau!"

Dewa menaikan sebelah alisnya, dia menatapku semakin tajam. "Nyasar atau nguping?"

"Siapa juga yang nguping," elakku melepas genggamannya. Dia menatapku masih seperti tadi. Tajam sekali.

"Mending lo balik sana! Nggak usah muterin rumah orang yang nggak lo kenal."

"Yaudah sih! Biasa aja dong!" ketusku sedikit keras.

"Apa?!" balasnya semakin geram. "Bisa nggak sih lo tuh jadi cewek sedikit lebih pendiem? Nggak usah keseringan nyolot begitu."

"Lagian lo nyebelin."

"Lo yang nyebelin!" bentaknya. Aku terperanjat kaget.

Tanpa sadar aku beringsut mundur beberapa langkah menjauh darinya. Aku takut. Dewa kelihatan marah banget. Wajahnya tegang, kedua matanya memerah seram. Nyaliku langsung menciut, dia menyeramkan. Sampai akhirnya ada suara langkah kaki yang mendekat dan suara roda yang berputar.

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang