Chapter 16

203 57 1
                                    

Terima kasih sudah mampir dan menetap^^

Happy reading~

•••••

"Ada aku ... kamu kuat."

Tanpa basa-basi lagi, aku langsung memeluknya erat. Semua perasaan membaur jadi satu. Aku benci di saat kondisinya seperti ini malah nggak ada di sisinya. Aku rindu pada laki-laki di pelukanku setelah menghilang dan nggak ada kabar. Aku terluka saat tahu keadaan dia lebih parah dariku tapi tetap berusaha kuat dan tegar meski nyatanya lebih menyesakkan.

***

Dia melepas pelukanku dan langsung mengusap air mata di kedua pipiku. Bahkan dalam kondisinya yang seperti ini dia sama sekali nggak memikirkan bagaimana nasibnya. Dia selalu berusaha membuatku nggak menangis.

Mana bisa aku menjauh darinya.

"Jangan nangis," serunya terus mengusap kedua pipiku, berusaha menghentikan air mata yang terus turun dengan seenaknya. "Aku baik-baik aja."

Aku menggeleng pelan, bagaimana bisa dia berkata seperti itu dengan mudahnya.

"Kamu nggak baik-baik aja."

"Aku minta maaf," dia menunduk lagi, air matanya kembali menetes dan mengenai celananya.

Dengan sigap kuangkat wajahnya agar menatapku. "Aku nggak suka kamu bohong gitu," jemariku dengan sadar mengusap air matanya.

Dia tersenyum hangat, menyuruhku bangun dan duduk di kasur supaya lebih mudah mengobrolnya. Jemarinya menggenggam tanganku erat, seperti takut kehilangan.

"Gimana kabar kamu?"

"Nggak sebaik sebelum kehilangan kamu." balasku pelan. Dia tersenyum lembut.

"Maaf kalo aku nggak jenguk kamu. Aku nggak bisa datang ke sana buat liat kamu."

"Nggak apa-apa," balasku tersenyum hangat. Genggaman kami semakin erat. Aku takut banget dia hilang. "Aku khawatir sama keadaan kamu."

"Sekarang udah nggak kan?" godanya.

"Tapi kamu curang!" seruku cemberut. "Kamu hilang gitu aja tanpa kasih kabar. Aku khawatir kamu kenapa-napa. Aku takut kamu pergi ninggalin aku."

Dia tersenyum lagi. Perasaanku semakin menghangat. Apalagi saat tahu keberadaannya.

"Aku masih di sini, sama kamu." balasnya tersenyum, dia menatap jemari kami yang saling menggenggam erat. "Maaf udah bikin kamu khawatir."

"Aku boleh tanya?"

"Mau tanya apa?"

"Kenapa kamu pindah rumah? Padahal aku selalu kepikiran kamu. Aku bingung mau cari kamu ke mana. Nggak ada yang mau kasih tau. Kapan sih kamu nggak bikin aku panik saat hilang nggak ada kabar?!"

Dia tertawa ringan, sambil jemarinya mengusap tanganku.

"Saat itu aku harus pergi buat berobat. Keadaan aku setelah kecelakaan itu nggak memungkinkan buat terus di rumah yang jaraknya jauh dari rumah sakit. Kamu tau kan, orang tua aku selalu panik saat aku kenapa-napa. Mereka langsung bawa aku ke rumah sakit terbaik dan aku dirawat di sana. Hampir sebulan dan aku sama sekali nggak megang hape."

Aku mengusap kepalanya, rambutnya langsung berantakan. Dia menatapku, kubalas nyengir lebar. Sudah lama nggak memainkan rambutnya, sekarang aku bisa merasakannya lagi.

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang