Chapter 27

161 53 0
                                    

Happy reading guys!

Jangan lupa VOTE dan KOMENTAR ya!

•••••

Bagaimana perasaan kalian saat tahu orang yang selama ini kalian sayang dengan mudahnya mengatakan bahwa kalian hanya sebuah benalu yang menetap.

Sakit? Jelas.

Begitu yang kurasakan saat Ijal lagi-lagi mengatakan hal yang nggak terduga.

Aku masih menangis tersedu, sesekali mengusap air mata yang masih saja luruh. Di sebelahku ada Bang Tara yang dari tadi mencoba menenangkan meski usahanya sia-sia.

"Nggak ada yang nyuruh dia ke sini."

Suaranya terdengar nggak senang. Wajahnya memerah dan banyak lebam di sisinya. Luka-luka bekas kecelakaan kembali terlihat jelas saat dengan mudahnya Gara memukul wajah Ijal.

"Seenggaknya lo hargai dia." sinis Gara.

Aku menunduk dalam. Di ruangan ini kami semua berkumpul. Tante Rida, Om Radi, Bang Tara, Dewa, Erwin, Ijal, Gara dan aku—yang duduk saling berhadapan.

Nggak ada satu pun wajah yang mulus selain aku, Tante Rida dan Om Radi.

Banyak luka di wajah Gara. Di pelipis kanannya, di kedua pipinya, di rahangnya, bahkan di sudut bibirnya sedikit sobek. Aku meringis menatapnya.

Namun, saat pandanganku beralih menatap wajah Ijal, cowok itu pun nggak kalah berantakan dari Gara. Banyak lebam hampir di semua bagian wajahnya.

Sementara Dewa dan Erwin hanya mengalami luka ringan seperti terkena cakaran tangan saat melerai perkelahian tersebut. Namun, usaha mereka nggak berhasil sampai akhirnya dibantu oleh Bang Tara.

Hingga akhirnya Bang Tara yang nggak tahu apa-apa pun terkena imbasnya. Di pelipis sebelah kiri ada luka yang didapatnya saat melerai mereka berdua.

Aku semakin merasa bersalah di sini.

"Rizal!" suara Om Radi terdengar tegas sekali. Rahangnya mengeras. Tatapannya buas. "Siapa yang ngajarin kamu songong begini?"

"Nggak ada."

"Kenapa kamu ini?! Ada masalah apa kalian sampai bertengkar dan saling pukul. Mau jadi jagoan?!"

Keduanya terdiam. Bungkam dan membisu.

"JAWAB!!!" gertak Om Radi yang membuat seisi ruangan terkejut.

"Sabar, Yah." seru Tante Rida mengelus lengan Om Radi.

"Kamu lihat anak kamu itu?! Nakal! Sama saudara sendiri masih berani main pukul-pukulan?! Siapa yang ngajarin kalian? Hah?!!"

Tubuhku semakin menegang. Aku takut sekali. Serius, rasanya aku ingin menghilang saja dari muka bumi daripada harus menyaksikan permasalahan yang ada di depanku.

"Melati?" aku tersentak kaget saat Om Radi menyebut namaku.

Dengan tergagap aku membalasnya. "I-iya Om?"

"Apa penyebab mereka berdua bertengkar?"

"Aku ... aku ...," balasku gugup sekali. Aku menunduk dalam, bercicit pelan. "aku nggak tau."

"Melati?" sekarang suara Tante Rida yang terdengar. Aku mendongak menatapnya. "Bilang saja, nggak apa-apa."

Aku masih diam. Memandang semua yang ada di ruang keluarga ini. Ruangan yang tadinya sangat ramai dan hangat, kini malah terasa mencekam. Mereka semua menunggu jawaban dariku yang mungkin akan menolong salah satu dari mereka atau bahkan nggak sama sekali.

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang