Chapter 23

177 51 0
                                    

Halo?

Gimana kabar kalian? Kuharap baik-baik aja.

Ada yang kangen sama Gara dan Melati? Atau Ken sama Selina?

Atau sama siapa pun tokoh di dalam cerita ini. Kuharap kalian mampu merasakan apa yang kusampaikan.

Jangan lupa VOTE dan KOMENTAR!

Happy reading~

•••••

Karena terus kepikiran dengan perkataan Gara, aku jadi terus memikirkan bagaimana perasaan cowok itu.

Apa dia terluka atau baik-baik saja.

Tapi kurasa, nggak ada yang baik-baik saja setelah merasa disakiti dengan penolakan nyata meski tanpa kata-kata.

Tapi, aku nggak menolaknya!

Aku menerima semua bentuk perhatian darinya. Aku menerima semua bentuk kasih sayang darinya. Derai tawa yang tercipta karenanya, rasa lupa akan masalah di rumah, dan yang paling baik, dia bisa membuatku lupa bagaimana caranya bersedih.

Lalu apa aku kurang ajar kalau meninggalkannya?

"Argh!" geramku.

Aku menjambak rambutku dengan kedua tangan sekaligus. Bukan merasa sakit, kepalaku malah semakin muter-muter pusinggggg sekali.

Gimana sih aku ini?

Perasaanku sama Ijal saja belum selesai. Kenapa dengan percaya diri memberi kesempatan kepada Gara? Kasihan mereka yang nggak tahu apa-apa tapi harus tersakiti oleh sikapku ini, atas penolakan yang mereka sama sekali nggak tahu penyebabnya.

Aku menunduk dalam, lama-lama aku bisa menangis di sini. Nggak lucu kan kalau orang-orang menatapku bingung karena aku menangis tanpa sebab.

Lagian ... Apa lagi yang harus kuperjuangkan?

Aku memilih diam, bungkam, dan menelungkupkan kepala di atas meja. Sembari memikirkan semua hal, membuat perasaanku semakin histeris. Hatiku menjerit penuh kesesakkan. Kepalaku memberontak minta dipecahkan.

Kalau sampai bel masuk berbunyi dan aku masih kacau, pasti aku nggak bakalan mau kembali ke kelas. Malu.

"Makan dulu,"

Aku mendongak, menatap siapa yang berani menggangguku. Saat kulihat wajahnya, perasaan marah itu perlahan meluap.

"Lo?"

"Kenapa?"

"Ngapain di sini?"

"Ngasih lo makan." katanya memberiku susu kotak rasa vanilla dan sebungkus roti rasa coklat.

Aku menerimanya, dia ikut duduk di sebelahku.

"Berantakan banget lo." tukasnya.

"Karena lo!"

"Kok gue?!"

"Emang karena lo. Andai lo nggak bilang kalo lo orang suruhan Ijal, gue nggak bakalan begini."

"Kapan gue bilang kalo gue adalah orang suruhan Ijal?"

"Secara nggak langsung," balasku meminum susu tersebut mumpung masih dingin. "Renzi, sadar atau nggak, ucapan lo tadi udah nyakitin banyak pihak."

Dia bergeming, nggak menjawab. Dia terus memperhatikanku yang semakin kacau. Rambutku sudah nggak jelas lagi, berantakan sana-sini. Mataku sayu.

"Siapa yang tersakiti?"

Buku Catatan Melati [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang