BAGIAN 10

2.5K 314 10
                                    

"Yana..."

Jyanna tidak mampu menjawab panggilan Kian yang lembut. Entah mengapa dirinya merasakan takut yang teramat saat ini. Bahkan untuk mengontrol tubuhnya, ia memilih untuk duduk di bangku yang berada tepat di depan kelas dan mendengarkan saksama perkataan Kian.

"Aku membacanya di artikel. Pada akhirnya, kalau semakin parah, aku harus dioperasi. Pertanyaanku lagi, apa aku akan mati kalau nggak operasi?"

Jyanna menarik napasnya. Mengerikan ketika ia harus mengatakan hal itu kepada Kian yang terdengar frustrasi di seberang sana.

"Apa aku bisa hidup normal setelah operasi?" Jyanna kembali bertanya, seolah semua hal yang diketahuinya membuat ia merasa tak nyaman dan takut.

"Kamu bisa, Yana..." Jawaban Kian membuat harapan Jyanna melambung tinggi. "Jadi datanglah nanti, kita harus terus memeriksa dan---"

"Aku harus belajar." Pada akhirnya Jyanna memutuskan untuk mengakhiri panggilannya dengan Kian. Ini hanya akan membuatnya tersiksa lebih lama.

Setelah mencoba untuk menenangkan dirinya, Jyanna berdiri dan saat ia akan pergi ke kelasnya, Jeff muncul dengan sebuah kantung plastik di tangannya dan kotak makan.

Jyanna memandang Jeff, memikirkan apakah Jeff mendengarkan pembicaraannya atau tidak.

"Lo ngapain ke sini?" Jyanna bertanya dalam kegugupannya.

Jeff melangkahkan kaki ke arahnya dan memberikan plastik putih itu kepada Jyanna. Tanpa bertanya, Jyanna mengambil plastik itu dan melihat isinya. Sebuah roti dan susu strawberry.

"Lo nggak ada di kantin, jadi gue pikir lo nggak makan siang. Anak-anak maksa gue bawain lo itu, sebagai balasan untuk bekal ini."

Melihat bagaimana Jeff ternyata menyimpan rasa akan perhatian kepadanya, meski karena temannya, itu membuat Jyanna tersenyum.

"Mau makan bareng, nggak?" Jyanna agak takut, meski ia sudah tahu akan jawaban Jeff yang pasti menolaknya. "Okay, gue ke kelas dul---"

"Gue bantuin bikin puisi, satu paragraf doang. Sisanya lo yang bikin."

Jeff langsung melewati Jyanna. Meninggalkan gadis itu dalam kebekuannya karena apa yang Jeff lakukan.

Bukannya tadi Jeff nolak? Kok sekarang malah berubah. Apa jangan-jangan...

Jyanna buru-buru berjalan ke kelasnya dan duduk di hadapan Jeff yang sudah memegang pulpen dan buku miliknya.

"Jeff, lo nggak apa-apa, kan?" tanya Jyanna panik. "Jangan takutin gue, dong."

Jeff mengangkat kepalanya menatap Jyanna tajam. "Gue kasihan sama lo, dan juga sebagai imbalan untuk bekalnya. Nggak usah mikir yang aneh-aneh," balasnya seraya memukul puncak kepala Jyanna dengan pulpen itu.

Jyanna menghela napasnya. "Yah, gue kira kesurupan."

"Sst..."

"Iya," balas Jyanna. Setelahnya ia lebih banyak diam karena sibuk melihat Jeff yang sedang fokus menuliskannya satu paragraf puisi.

Dilihatnya wajah Jeff yang putih pucat, tapi bibir yang merah merona. Itu tidak bisa Jyanna bayangkan bagaimana sang ibu berhasil melahirkan anak seperti Jeff. Benar-benar idamannya sekali. Yah, meski dinginnya sulit untuk dihangatkan.

Namun, dingin bukan berarti ia harus menyerah. Karena akan ada masanya dingin itu membuat lumpuh sarafnya yang membuat kata cinta terbayang. Ya, seperti ini.

"Ini."

Suara Jeff yang indah membuat Jyanna berhenti melamun. Kemudian ia membaca satu paragraf yang ditulis Jeff.

Jeff & JyannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang