Ingatan Jyanna tentang perkataan Jeff saat di ruang UKS masih terngiang. Ia hampir tidak percaya dengan pendengarannya, hingga ia pergi meninggalkan Jeff tanpa sepatah katapun. Pikirannya itu masih saja memenuhi kepalanya, bahkan ketika ia sedang bersama dengan Kian yang menjemputnya.
Sungguh, Jyanna tidak mengerti dengan perubahan yang Jeff alami. Lelaki itu bersikap seolah Jyanna adalah obyek yang mudah digapainya. Akan tetapi, meskipun Jyanna masih menyimpan rasa kepadanya, ia juga tidak akan berhenti memikirkan Kian dan apa yang menimpanya sebelum itu.
"Kamu diam aja daritadi."
Jyanna masih tidak mendengar perkataan Kian dan terus melamun.
"Jyanna."
Hingga akhirnya panggilan Kian disertai tangannya yang berada di pundak Jyanna membuatnya sadar hingga menoleh ke arah Kian.
"Kamu nggak apa-apa, kan? Apa perlu ke dokter?"
"Cuma capek karena pelajaran. Makin keras aja karena ujian nasional," jawab Jyanna bohong disertai senyummya yang membuat Kian percaya.
"Santai aja, lagipula UN bukan penentunya, kan."
"Iya, sih. Tapi emang aku bisa lulus dengan otak kayak gini? Nilai ulangan harianku aja udah merah."
Melihat bagaimana pusingnya Jyanna, Kian yang sedang mengemudi mobilnya hanya tersenyum. "Udah tenang aja. Lagipula nanti di Amerika sana ada kampus seni yang bagus. Jadi nggak usah mikirin tentang nilai kamu di SMA."
Saat Kian mengatakan itu, Jyanna menatapnya dengan penuh pertanyaan. Salah satunya adalah apakah ia masih bisa hidup saat itu? Memikirkannya saja ia sudah kehilangan kepercayaan.
"Setelah kita menikah, aku akan melanjutkan studi kedokteranku di Amerika, jadi kamu juga bisa lanjut kuliah di jurusan seni. Ada banyak pilihan kampus. Nanti aku bakal ikut kamu. Bagaimana?"
Kian mengatakan itu dengan enteng, bahkan tangannya yang kiri mulai menggenggam tangannya dan memberikan kehangatan yang berbeda ketika yang Jeff memeluknya tadi. Oh sialan, selalu ada Jeff yang berusaha masuk ke dalam pikirannya.
"Di sana juga kita bakal beli rumah, dengan taman yang luas. Pokoknya kita bakal beli rumah, terus ngerenovasi dengan rumah impianmu. Kamu masih ingat, kan? Saat kamu bilang mau punya rumah di area yang sejuk? Aku sedang berusaha nyari tahu di sana dan...."
Seketika saja Jyanna melihat Kian terus berbicara, tapi telinganya tidak bisa mendengarnya. Ia benar-benar membiarkan Kian membicarakan mimpinya, tapi justru yang Jyanna lakukan malah mengabaikannya.
Kian terlalu percaya diri, tapi tidak memikirkannya yang sudah kehilangan harapan. Kian terlalu memaksanya, sedangkan Jyanna sendiri tidak tahu apakah lima menit selanjutnya ia masih hidup atau tidak.
Setibanya di rumah, Jyanna langsung saja naik ke atas kamarnya dan duduk di ranjang tanpa mengganti pakaiannya. Pikirannya masih kacau, yang membuatnya tak memiliki tenaga untuk sekadar mengganti pakaian atau beranjak dari ranjangnya.
"Yana, Mama boleh masuk?"
Jyanna menoleh ke arah pintu dan mempersilakan ibunya masuk. Dia pun bergeser dan memberikan tempat untuk ibunya di sampingnya.
"Kian tadi ngomong kamu melamun terus, ada apa sih, Sayang?"
Entah apa alasan Kian memberitahukannya kepada ibunya, tapi Jyanna akan sulit berbohong karena selama ini, ibunya akan tahu situasinya. Entah apakah ia harus memberitahu ibunya atau tidak, Jyanna tidak tahu.
"Cerita dong ke Mama. Biar kamu nggak kepikiran terus."
Mendengar itu tentu saja membuat perasaan Jyanna tergugah. Ia langsung saja mengembuskan napasnya dan menatap sang ibu dengan dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeff & Jyanna
Teen Fiction"I just love him so much, but he doesn't love me." || 2019 by Kyuri0510