BAGIAN 24

2.1K 285 17
                                    

Sudah satu minggu lamanya sejak Jyanna dirawat di rumah sakit dan selama itu juga kondisinya tidak menunjukkan angka yang baik. Jyanna seringkali merasakan kelelahan yang teramat sangat, bahkan ia juga menyadari jika kinerja jantungnya perlahan melemah dibandingkan sebelumnya.

Dalam satu minggu itu pun, ia sudah pingsan sebanyak tiga kali. Dan itu semua membuat kekhawatiran yang teramat sangat pada tubuhnya, sampai-sampai ia menjalani hari-harinya dengan beban pemikiran yang banyak.

Dan kini, Jyanna di sini, sendirian di ruang klub fotografinya seraya melamun. Pikirannya menjadi tidak tenang karena kondisi tubuhnya yang melemah, bahkan ia selalu menangis jika memikirkan akhir yang akan dihadapinya.

Disaat ia pikir penyakit yang dihadapinya sudah membaik, ternyata itu tidak seperti yang dipikirkannya. Jyanna pikir, sakit yang dideritanya tidak akan terasa detik ini juga, saat dimana ia ingin menikmati masa-masa terakhirnya di SMA. Jyanna pikir, ia akan bisa pergi ke Amerika dengan tenang tanpa memikirkan masa-masa terakhirnya di Indonesia.

Jika seperti ini, Jyanna dapat membayangkan satu hal: dirinya akan segera pergi ke Amerika, sebelum ia menikmati semuanya. Ini membuat Jyanna menangis. Disaat orang lain akan bisa menikmati masa sekolahnya dengan normal dan bahagia-bahagia saja, maka Jyanna harus menghabiskan masanya itu dengan berbaring di ranjang rumah sakit dan sibuk dengan segala jenis pemeriksaan dan pengobatan.

Jyanna tidak akan bisa memiliki kehidupan normal. Itu yang ada di dalam benaknya saat ini.

Tok tok

Lamunannya buyar, Jyanna mengangkat kepalanya dan mendapati kehadiran Juna. Sesungguhnya ini pertama kali ia melihat Juna lagi setelah apa yang terjadi saat di kantin dulu.

"Lo mau apa ke sini?"

Juna tidak segera menjawab pertanyaan Jyanna dan langsung duduk di hadapan Jyanna dengan tampang anak nakalnya. "Gue cuma mampir, ngelihat ruangan klub yang adik gue minati." Juna mengatakannya seraya melihat sekeliling ruang klub fotografi yang diketuai oleh Jyanna.

Ruang klub ini sama dengan ruangan lainnya, tapi tentu saja tidak sama dengan ruangan klub tenis yang dimiliki oleh Juna. Karena keluarganya adalah orang paling penting di sekolah ini, jadi Juna berhak mendapatkan fasilitas yang terbaik. Padahal itu sama saja dengan diskriminasi.

"Kenapa emangnya? Lo mau ngerenovasi untuk adik lo itu?"

Juna melihat wajah Jyanna yang baru saja memberikannya pertanyaan sinis dan mengangkat sudut bibirnya. "Gue cuma mau tahu seperti apa ruangan yang bikin dia sampai terlibat masalah."

Jyanna mengerutkan keningnya, tidak sepenuhnya mengerti dengan perkataan Juna. "Maksud lo apa?"

"Lo tahu gue suka sama lo kan, Na?"

Jyanna diam. Ia tahu akan hal itu, fakta bahwa Juna menyukainya. Saat berada di kelas dua, Juna pernah menyatakan perasaannya, menanyakan apakah Jyanna berkenan menjadi kekasihnya. Akan tetapi, Jyanna menolaknya karena sebelum itu ada rasa kepada Jeff yang ia simpan. Ditambah dengan perilaku Juna yang tidak ia suka.

"Terus kenapa kalau gue tahu?"

Juna memberikan senyumannya. "Gue mau lo keluarin Junot dari klub ini. Alasan spesifiknya nggak perlu lo ketahui, yang jelas ini gue lakuin karena rasa suka gue ke lo."

"Lo aneh," balas Jyanna. "Mending lo keluar. Gue tahu lo punya kuasa lebih di sekolah ini, tapi lo nggak bisa nyuruh gue ngelakuin apa yang lo mau. Ini klub gue."

Terdengar helaan napas Juna. "Na, gue udah peringatin lo. Ada baiknya lo keluarin Junot sebelum terjadi hal yang nggak lo suka. Gue lebih kenal dia daripada lo."

Jeff & JyannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang