Hallo guys, kangen Jeff-Jyanna?
Meh too, tapi aku mau infokan sesuatu kalau cerita ini nggak bisa update cepat karena skrng lagi sibuk-sibuknya kuliah yg padat bngt. Dan karena emng udh di pertengahan cerita, jdi gk bisa sembrangan nulis.
Tapi bakal kuusahakan tiap minggunya update, kok.
Tolong dukung Jeff dan Jyanna ya, baik di dunia fiksi maupun dunia nyata.
Selamat membaca :) [ohya ini gak aku edit, jadi kalau ada typo dan kesalahan, mohon koreksinya]
🖤🖤🖤
Jyanna masuk ke ruangan Profesor Arnold dengan napas yang berat. Tangannya bergerak untuk membuka kenop pintu, sampai akhirnya kedua matanya itu menangkap orangtuanya sedang berbicara santai dengan Profesor Arnold. Mereka bertiga menyambut Jyanna, dan ia langsung saja duduk di sofa menghadap mereka.
"Bagaimana kondisimu sekarang ini?"
"Baik, Prof," jawab Jyanna singkat.
"Syukurlah."
"Tadi Mama sama Papa udah bicara banyak sama Prof Arnold. Kata beliau---"
"Prof, berapa kemungkinan aku bakal mati karena penyakit ini?"
Sontak pertanyaan yang Jyanna utarakan itu membuat kedua orangtuanya serta Profesor Arnold bungkam, memandanginya dengan aneh.
"Yana, apa yang kamu bicarakan---"
Jyanna menoleh kepada ibunya. "Aku cuma nanya, Ma."
"Prof, jangan dengarkan dia---"
"Kamu ingin tahu berapa persen kemungkinan kamu akan mengalami hal itu?" tanya Profesor Arnold langsung.
Jyanna diam.
"Jika kamu sepenasaran itu, saya bisa membuat kemungkinan itu terjadi saat ini juga."
"Prof!" bentak ayah Jyanna. "Apa yang anda---"
"Bisa kalian berdua keluar sebentar? Saya pikir ini harus dibicarakan berdua saja dengan Jyanna," pinta Profesor Arnold, atau lebih tepatnya seperti itu adalah perintah.
Cukup lama kedua orangtua Jyanna berdiri untuk menerima permintaan Profesor Arnold, sampai akhirnya tinggallah Jyanna di ruang ini berdua saja dengan dokter yang sangat dipercayai oleh keluarganya ini.
"Kamu ingin mencoba kemungkinan itu?" tanya Profesor Arnold.
Tangan Jyanna meremas pakaiannya erat. Dengan pandangan yang masih terarah kepada Profesor Arnold. Dilihatnya mata lelaki tua yang sudah menanganinya selama ini dengan perasaan campur aduk. Kemudian Jyanna meneteskan air matanya. Semakin ia memikirkan apa yang dialaminya, dirinya semakin tidak tahan. Berulang kali ia berusaha tegar, tapi setelah mendengar bahwa dirinya tidak bisa hidup normal seperti yang lain, membuat Jyanna lemah.
"Jyanna, mati dan hidup, saya tidak bisa memberitahu kemungkinan untuk itu semua. Kamu harus sadar kalau kemampuan saya masih dalam batasan."
Jyanna mengerti, tapi seiring dengan kondisinya yang ia rasakan semakin melemah, membuat Jyanna takut. Ia bahkan terus berusaha menghapuskan air matanya, seperti kali ini. Di hadapan Profesor Arnold, ia menghilangkan air yang membasahi wajahnya dengan perlahan.
"Kalau ini semakin parah, aku harus melakukan transplantasi, kan?"
Profesor Arnold menganggukkan kepalanya. "Itu adalah cara terakhir, tapi tentu saja hanya bisa dilakukan saat---"
"Aku tahu," potong Jyanna. Ia lalu mengembuskan napasnya. "Tapi ada kemungkinan setelah aku mendapatkan transplantasi, itu tidak akan cocok dengan tubuhku, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jeff & Jyanna
Fiksi Remaja"I just love him so much, but he doesn't love me." || 2019 by Kyuri0510