13. Meet Somebody

5.6K 797 129
                                    

Soobin lemas mendengar pernyataan santai Felix. Karena Felix begitu santai mengatakannya, malah itu yang membuat Soobin makin tidak sanggup untuk sekedar berdiri.

"Masih nggak mau balik?" Felix membuka mata, menoleh ke Soobin yang sedang menatapnya.

"Lix, lo kenapa sih?"

"Lo masih sempet-sempetnya nanya? Beneran nggak mau balik? Buruan, Lia lagi nangis di kamar."

Soobin langsung berdiri. Mundur beberapa langkah dengan masih menatap Felix. Lalu langsung lari secepat yang dia bisa. Lia nangis katanya. Itu merupakan kelemahan Soobin.

Tapi dulu.

Sekarang entah lah. Soobin lebih panik jika nanti Lia ngadu ke kakak atau orang tua nya. Bukan khawatir karena tau Lia menangis.

Jika kalian berfikir Soobin khawatir karena Lia menangis, itu salah besar.

Sedangkan di tempat Lia, benar gadis itu sedang menangis. Lia menyalahkan dirinya sendiri kali ini. Kenapa dia harus mencintai sahabatnya selama sepuluh tahun? Kenapa dia sempat merasa beruntung menjadi istri Soobin? Kenapa dia baru menyadari kepahitannya sekarang?

Semua salah Lia. Tidak seharusnya dia mencintai Soobin selama itu, tidak seharusnya dia merasa beruntung hanya karena menjadi istri Soobin. Lia mengelus perut besarnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Rasanya sangat sakit. Rasanya ingin memaki, ingin menampar, ingin menyumpahi pria bernama Soobin yang notabenya adalah suaminya itu.

Suara mobil Soobin terpakir terdengar. Lia segera menghapus air matanya. Tidak perlu membasuh karena nanti Soobin juga tidak akan perduli padanya. Lalu suara derap langkah yang terkesan buru-buru terdengar. Makin lama makin dekat suaranya.

Ceklek

"Lia..." Soobin memelankan langkahnya. Mendekati Lia yang berada di bawah selimut.

Soobin memperhatikan wajah Lia. Soobin tau Lia habis menangis. Soobin juga tau Lia tidak baik-baik saja sekarang.

"Li, bangun. Gue tau lo nggak tidur."

Hanya terdengar dengkuran halus dari Lia.

"Gue mau jelasㅡ"

"Nggak usah!" Suara serak Lia akhirnya keluar.

Tanpa membuka mata, air mata Lia keluar begitu saja.

"Kenapa, Bin? Segitu susahnya kamu tahan diri sampe anak kamu lahir? Aku janji, setelah anak ini lahir, kamu boleh talak aku." Masih dengan mata terpejam, enggan menatap Soobin yang dia tau berada di dekatnya.

"Li, kok lo jadi mikir gitu. Gueㅡ"

"Aku nggak mau denger penjelasan atau cuma alibi kamu itu, Bin." Lia menekan kata 'penjelasan'.

"Li, mending lo sekarang bangun. Biar gue jelasin semuanya." Soobin berusaha mengangkat tubuh Lia agar duduk di atas kasur.

"Apa? Mau jelasin apa?" Masih dengan suara yang parau, Lia memberikan kesempatan Soobin untuk menjelaskan atau mungkin alibinya.

"Gue.. gue nggak ngelakuin apa-apa. Lo harus percaya sama gueㅡ"

"Percaya? Apa perlu aku percaya sama suami yang diam-diam tidur sama cewek lain? Kamu pikir aku sebodoh itu, Soobin?!" Lia meninggikan suaranya. Rambutnya yang tidak tertata menempel di sekitar wajahnya karena air mata.

"Gue bilang, gue nggak ada ngapa-ngapain. Lo kenapa jadi nyolot gini, sih?!" Soobin ikut meninggikan suaranya.

Lia menatap Soobin tidak percaya. Dia menggelengkan kepalanya sekilas. "Aku nggak percaya kalo ini Soobin yang aku kenal. Kamu berubah, Bin. Dan aku rasa aku terlalu baik buat kamu si cowok brengsekㅡ"

SOON TO BE A PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang