18. Gift

5.8K 765 34
                                    

Keesokan harinya Lia mendapati Soobin masih di rumah padahal suaminya itu ada kelas di jam 8 pagi. Mana Soobin keliatan rapih dan cakep banget. Lia ngerjapin matanya dan langsung natap Soobin yang lagi berdiri di depan kaca.

"Nggak kuliah?"

"Eh kamu udah bangun?"

Lia mengusap matanya sebentar lalu menghampiri Soobin. "Mau ke mana?"

"Kamu siap-siap gih mandi."

Lia mengerutkan keningnya. "Emang mau ke mana?"

"Nggak tau. Mama yang nyuruh kita buat siap-siap pagi ini. Makanya aku nggak kuliah."

Walaupun bingung, Lia tetap menuju ke kamar mandi. Tapi sebelum benar-benar masuk, Soobin membalikkan tubuhnya.

"Morning kiss."

Cup

Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Lia mematung. Hangatnya bibir Soobin membuat Lia tak karuan rasanya.

"Udah sana mandi." Suruh Soobin lalu mengusak rambut Lia.

Soobin terkekeh melihat Lia yang buru-buru masuk ke kamar mandi sambil megangin kedua pipinya yang tadi terlihat merah.

Sedangkan di kamar mandi, Lia terpaku di depan kaca menatap bibirnya. Tangannya dengan perlahan terangkat untuk menyentuh bibirnya itu lalu tersenyum malu.

"Papa kamu tuh salah makan apa sih?" Monolog Lia, sambil mengelus perut besarnya.

***

"Karena papa kamu sama Suho sibuk kerja, jadi kami yang anter ya?" Kata Minah, yang di sebelahnya ada Irene.

"Emangnya mau ke mana sih, Ma?" Tanya Soobin.

"Ada deh, hehe. Mana Lia nya?" Minah celingak celinguk.

"Mau ke mana, Ma?" Lia yang baru menghampiri mereka menanyakan hal yang sama.

"Udah ayo masuk dulu sana."

Minah membawa mobil, Irene di sampingnya lalu Lia dan Soobin di belakang. Keduanya tidak tau ke mana mereka akan pergi. Tapi melihat senyum orang tua yang tidak kunjung luntur sudah pasti ada sesuatu hal yang baik.

"Tadi di makan kan rotinya?" Tanya Soobin sambil mengeluh perut Lia.

Lia melirik sebentar karena gugup lalu menganggukkan kepalanya. Tadi pagi Soobin menyiapkan roti panggang untuknya. Lia jadi malu.

"Susunya abis?" Tanyanya lagi.

"Eungh... enggak."

"Kenapa nggak diabisin? Mual ya?" Soobin sedikit mendekatkan tubuhnya.

"Iya. Mual sedikit."

"Kita ke rumah sakit ya?" Soobin mengelus kepala Lia penuh khawatir.

"Nggak usah, Bin. Emang sering gini kok, morning sick aja." Lia mengusap tangan Soobin.

Soobin menghela nafas lega. "Selama ini aku nggak tau kamu ngalamin morning sick. Pasti nggak enak banget ya?"

Lia hanya tersenyum simpul mendengar penyesalan Soobin. Suaminya itu baru tau kalau Lia sering mengalami morning sick (yang memang wajar untuk ibu hamil).

Diam-diam, Minah dan Irene tersenyum mendengar percakapan anak mereka. Dalam hati Minah bersyukur Soobin menjadi lebih dewasa, walaupun ada perasaan khawatir terselip di sana.

Perjalanan selama satu jam lebih membuat seisi mobil dipenuhi dengan percakapan ibu dan anak. Entah itu tentang perkembangan kehamilan Lia, entah itu urusan kampusnya Soobin. Dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya mereka sampai di suatu perumahan elit di kota ini. Lia mulai bertanya-tanya kenapa mereka ke sini karena setaunya tidak ada teman orang tuanya yang tinggal di sini.

"Yuk turun!"

Soobin langsung turun dan memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Lia. Bahkan saat turun, tangan Lia masih digenggam erat oleh Soobin.

"Rumah siapa, Bun?" Tanya Lia.

Irene tersenyum manis lalu merangkul anak perempuannya. "Gimana? Suka nggak?" Tanyanya balik.

Soobin dan Lia kompak menoleh ke Irene dengan kerutan di dahi.

"Masuk dulu yuk, sekalian liat - liat. Siapa tau ada yang mau didekor sesuai style kalian, kan." Irene mengajak masuk.

"Tunggu tunggu!" Lia menahan yang lain untuk masuk.

"Ini rumah siapa?"

"Rumah kalian."

"Hah?" Kaget Lia dan Soobin.

"Iya. Udah lunas kok, tinggal kalian tempatin." Minah ketawa melihat keduanya.

"Lagian Lia kan dikit lagi lahiran. Rumah harus steril dan lebih besar jadi kami putusin untuk beli rumah ini." Jelas Irene.

Lia sama Soobin masih kehabisan kata-kata. Jadi mereka nurut aja pas dibawa masuk ke dalam rumah. Soobin masih gandeng Lia selama mereka jalan.

"Bun, ini ngabisin berapa duit?" Tanya Lia setelah melihat isinya. Di sana sudah lengkap dengan furnitur rumah.

"Kamu nggak usah khawatirin itu sayang." Irene mengeluh belakang kepala Lia.

"Tapi.. kita nggak langsung nempatin, kan?"

"Hmm kalo mau langsung sih bisa aja. Gimana? Mau langsung sekarang?" Tanya Minah antusias.

Soobin dan Lia saling lirik satu sama lain. Mereka bimbang dengan rumah pemberian orang tua mereka. Rumah ini terbilang sangat besar. Jangan heran, karena bahkan perumahannya saja elit. Tapi yang dikhawatirkan Lia bukan lah karena jauh dari keluarganya, melainkan Soobin. Lia khawatir jika dirinya pindah, bagaimana nasibnya yang hanya berdua dengan Soobin? Akankah suaminya itu pergi meninggalkannya dan enggan menatapnya seperti dulu?

"Ma, ini nggak ada rumah lain apa?"

Ketiganya menoleh ke Soobin.

Minah dengan kencang memukul punggung anaknya. "Ini tinggal ditempatin. Bilangnya tuh makasih bukan nanya rumah lain."

"Aduhhh sakit Ma!"

Mereka memutuskan untuk liat-liat lagi nanti. Mereka keluar dari rumah itu untuk melihat taman buatan kecil yang berada persis di depan rumah.

"Kamu kenapa sih, Bin?" Tanya Lia. Sejak tadi, Soobin selalu menggigiti jarinya dan celingak-celinguk ke sana ke mari. Entah apa yang dipikirkan suaminya sekarang.

"Eu oh e-enggak." Jawabnya gugup sambil menatap rumah bercat biru muda yang berada tepat di depan rumah baru mereka.

Lia mengerutkan keningnya setelah mengikuti arah pandang Soobin.

"Kamu tau itu rumah siapa?"

"Enggak kok, siapa bilang aku tau?" Jawabnya cepat. Membuat Lia tambah curiga.

Yang Lia tidak tau, rumah bercat biru itu adalah rumah teman sekampus Soobin.

Yang bernama Kim Minju.

"Loh Lia?!"

"Oh hei kok kalian di sini?"

"Eh Soobin, ya?"

Soobin mendesah gusar.

Setelah rumahnya berdekatan dengan Minju, apakah rumahnya juga berdekatan dengan si kembar Hwall dan Hyunjin?

tbc.

SOON TO BE A PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang