24. Welcome Jibin Choi

7.2K 890 142
                                    

Proses pengangkatan rahim menjadi kabar buruk bagi keluarga. Terlebih Irene yang tidak menyangka anak perempuannya akan mengalami hal seperti ini. Selagi operasi dilaksanakan, Soobin mendatangi ruangan di mana anaknya berada.

"Selamat ya, anaknya laki-laki. Udah ada nama yang mau dikasih?"

Soobin tidak menjawab perawat perempuan itu, ia lebih fokus kepada seorang anak laki-laki dalam balutan kain yang kini sudah dipindahkan ke dalam gendongannya. Senyum perlahan menghiasi wajah lusuhnya.

"Mari duduk sini. Kain si dedenya dibuka dulu ya, supaya memudahkan." Soobin masih diam, mengikuti apa yang disuruh perawat itu.

Kegiatan skin to skin membuat dada Soobin berdegup kencang. Apalagi begitu kulit sang anak menyentuh dadanya yang sudah tidak terbalut apapun. Sebelah tangannya terangkat untuk mengelus pipi mungil itu.

"Selamat datang, Choi Jibin."















Hwall dan Hyunjin saling melempar tatapan begitu Minhyuk menyuruh keduanya pulang. Sebenarnya mereka datang ke sini juga karena panggilan dari Yejin dan juga pastinya karena keinginan Hwall.

"Kasian kalian harus nungguin gini. Nanti kalo Lia udah bisa dijenguk, kalian akan dikabarin kok." Kata Minhyuk.

Akhirnya Hwall dan Hyunjin pun berpamitan. Tidak lupa menitipkan salam untuk Lia serta Soobin. Yejin mengantar mereka hingga depan rumah sakit lalu kembali lagi untuk menemani para orang tua yang sedang was was menunggu hasil operasi Lia.

"Yang mana?"

Yejin mengerutkan keningnya begitu Hyunsuk datang dan bertanya tiba-tiba.

"Apanya?"

"Itu yang kembar tadi, cowo lo yang mana?"

"Dih ngaco aja lo, Kak!"

Hyunsuk ketawa kecil lalu nyubit pipi Yejin, "Alah ngelak aja. Gue tau kali, cepet yang mana?"

Yejin merotasikan matanya malas lalu menepis tangan Hyunsuk yang masih ada di pipinya, "Emang kalo gue jawab apa untungnya?"

"Tuh kan bener. Jadian nggak bilang-bilang lo. Gue laporin Tante ah.."

"Rese banget dah lo, Kak. Mereka temen doang!"

"Yaudah iya nggak usah marah gitu dong, kan gue makin curiga." Hyunsuk memicingkan matanya meledek.

"Dari pada ngurusin gue, mending jelasin hubungan lo sama Kak Hyewon aja dah."

Senjata paling kuat. Terbukti, Hyunsuk langsung diam seribu bahasa.

Kurang lebih sekitar lima belas menit kemudian, seorang dokter yang menjalani operasi pengangkatan rahim keluar dari ruangan sambil tersenyum.

"Ibu, Bapak.. operasinya selesai."

Tanda kelegaan muncul di setiap ekspresi yang ada di sana. Irene lagi - lagi merasa tubuhnya lemas dan langsung duduk kembali. Minah menghampiri Irene dan memberinya pelukan sambil menepuk punggungnya pelan.

Lia masih tertidur setelah operasi selesai. Suho dan Minhyuk kembali ke rumah untuk mengambil beberapa pakaian dan hal lainnya yang penting untuk dibawakan ke rumah sakit. Untungnya ruangan Lia ini VIP, jadi tidak akan merugikan orang lain dengan bawaan mereka yang bisa dibilang lumayan.

"Masuk, Bin." Kata Irene dari dalam. Ia melihat bayangan Soobin yang sepertinya sudah berdiri disana sejak sepuluh menit yang lalu.

Dengan pelan Soobin membuka pintu lalu langsung tersenyum begitu melihat Lia tidur dengan nyaman di atas kasur.

"Sini.." Irene menepuk sofa di sebelahnya yang kosong menisyaratkan untuk Soobin duduk disana.

Soobin melirik Minah yang duduk di samping ranjang Lia sebelum akhirnya melangkahkan kakinya mendekati Irene. Minah hanya tersenyum geli melihat tingkah anak laki-lakinya itu.

"Bunda minta maaf ya."

"Eh?" Soobin sedikit kaget dengan pernyataan tiba - tiba itu.

"Tadi udah nampar kamu. Itu ya karena Bunda takut terjadi sesuatu sama Lia. Padahal Bunda tau, pasti kamu juga takut banget kan. Maaf ya Soobin anak Bunda yang ganteng." Irene membenarkan poni Soobin dan diakhiri mengelus pipi pria itu sambil tersenyum.

"I-iya Bunda.." Jawab Soobin dan lagi-lagi matanya melirik ke Minah.

"Hahaha udah jangan canggung gitu. Kamu kan sekarang anaknya Irene juga. Lia juga sama kok, dia anak Mama." Saut Minah membuat ruangan di dalam sana terasa hangat.

Tanpa mereka sadari, Lia menggerakkan pelan jemarinya pertanda dirinya sudah siuman. Perlahan juga matanya terbuka dan berhadapan langsung dengan langit-langit ruangan dengan pencahayaan yang tidak begitu terang. Kepalanya dengan susah payah menoleh membuat Irene dan Soobin langsung melihatnya.

"LIA?!" Pekik Irene kaget sedangkan Soobin segera keluar untuk memanggil dokter. Padahal di dalam ruangan itu ada sebuah alat untuk memanggil dokter. Ya suka-suka Soobin.

Soobin lagi-lagi berdiri di depan pintu sambil mengintip dokter yang sedang mengecek keadaan Lia. Dokter bilang Lia membaik, hanya saja jangan terlalu banyak pikiran yang akan membuatnya stress. Oke, Soobin paham maksudnya.

Berat rasanya untuk berhadapan dengan Lia dan memberitahu istrinya itu bahwa ia telah melaksanakan operasi pengangkatan rahim. Takutnya, Lia tidak bisa menerima kenyataan itu. Takutnya, Lia tidak ikhlas dengan semua yang sudah menimpa padanya.

"Ayo masuk." Bisik Minah dari belakang yang sedang menggendong Jibin. Soobin tersenyum singkat lalu menerima Jibin dalam gendongannya sebelum masuk.

Pintu terbuka, menampakan Lia yang sedang duduk bersandar. Tangannya sontak menutup mulut tak percaya melihat Soobin menggendong seorang bayi dengan kain berwarna biru. Seketika air mata mengalir, merasa haru melihat pemandangan di depannya.

"Mau gendong?" Tawar Soobin dan Lia mengangguk. Soobin mengelus kepala Lia dan menciumnya singkat lalu memindahkan Jibin ke dalam pelukan mamanya.

Minah tersenyum melihat keduanya, "Mama tinggal ya, kalian ngobrol dulu berdua." Lia dan Soobin menanggapinya dengan senyuman.

"Sini.." Lia menyuruh Soobin untuk duduk di sebelahnya yang masih muat untuk seseorang duduk disana.

"Li..."

"Hm?"

"Kamu udah tau kenapa tadi harus operasi lagi?" Tanya Soobin hati - hati.

Lia diam sejenak lalu kembali tersenyum menghadap Soobin, "Aku tanya langsung sama dokter tadi. Aku.. aku masih mencoba untuk mengikhlaskan Bin, jangan bahas dulu."

Soobin yang mendengar penuturan Lia segera memeluk istrinya itu sambil tidak hentinya mencium puncak kepalanya.

"Bin..." Kali ini gantian Lia yang memanggil.

"Iya sayang?"

Lia tersenyum mendengarnya, "Siapa namanya?"

"Dari dulu kamu selalu bilang kalo punya anak mau dinamain Jibin, ya kan?"

"Jadi.. ini?"

Soobin mengangguk, "Choi Jibin."

Senyum Lia semakin merekah, "Makasih Bin."

"Sama-sama sayang." Soobin menempelkan dahi mereka.

"Bin..." Panggilnya lagi.

"Iya, Li?"

"Aku tau mungkin terlalu cepet. Tapi lebih baik kan dari pada ditunda tunda?"

"Hm?"

"Sebelumnya, makasih udah nurutin kemuan aku dengan nama Jibin ini. Sekarang, aku akan nurutin kemuan kamu juga." Mata Lia berair, memberanikan diri menatap Soobin.

"Kamu ngomong apa sih, Li?" Tanya Soobin selembut mungkin.

"Jibin udah lahir, kamu tinggal siapin semua untuk perceraian kita."

tbc.

JENG JENG JENG JENGGG

kebayang ga sih sakitnya lia yang udah bertumpuk tumpuk itu :(((

SOON TO BE A PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang