TIGA PULUH : LATIHAN

760 52 23
                                    

Jangan terlalu banyak menuntut, kalau kamu tidak tau apa yang dia lakukan agar bisa memenuhi keinginanmu."

🌻🌻

SATU minggu berlalu dengan cepat, akhirnya Resya terbebas dari segala soal-soal yang membelenggu kencang di kepalanya. Dia bebas! Hanya untuk beberapa hari kedepan, mungkin.

Diketuk pintu kamarnya dari luar, terdengar suara mamahnya yang menyuruh dia untuk sarapan. "Iya mah, sebentar lagi." Jemarinya menyatukan rambut sebahunya menjadi satu ikatan, seperti ekor kelinci yang pendek.

Setelah langkah kaki mamahnya sudah tidak terdengar, dia pun segera menyusul mamanya. Pada anak tangga ke tujuh, dia pun menepuk pelan bahu mamahnya seraya tersenyum lebar. "Pagi mamaku, yang cantik," sapa Resya.

Wanita berusia genap empat puluh tahun itu membalas senyuman anak semata wayangnya, "Pagi juga, Res. Tumben ceria banget hari ini?"

Mereka berdua menuruni anak tangga  dan menuju ruang makan. "Iyalah kan UAS udah selesai. Akhirnya aku bisa refreshing untuk beberapa hari kedepan, syukur-syukur bisa beberapa minggu kedepan, hehe."

Ghea tertawa pelan melihat reaksi anak semata wayangnya. "Tapi ingat, kamu sudah mau kelas dua belas. Harus fokus, kamu gak mau kan nanti--" Ucapan Ghea terpotong oleh deheman pria yang duduk di bangku paling ujung pada bagian meja makan.

Sorotan tajam itu seakan menusuk nyali kedua wanita cantik yang baru saja sampai di ruang makan.

"Pagi Pa," sapa Resya kikuk.

"Duduk!" titah Dylan dingin. Istri dan anaknya pun mengangguk patuh.

Ghea menyendokkan nasi goreng ke piring Dylan serta tidak lupa dengan telur ceploknya, dan itu sudah biasa dia lakukan selama 17 tahun setelah menyandang status istri dari Dylan Alexandrite. Pria tegas yang selalu bersikap dingin namun dia selalu menjadi ayah dan suami yang selalu bisa diandalkan.

"Gimana ujian kamu? Lancar?" tanya Dylan disela suapannya.

"Lancar kok pah," jawab Resya setenang mungkin. Padahal dia sampai meminum pil penenang agar tidak gugup saat ujian. Resya tertekan, baik otak maupun mentalnya, tapi tidak ada yang mengetahui karena selalu dia tutupi dengan sifat cerianya.

"Bagus," jedanya sambil menyuapkan nasinya, "pokoknya harus masuk kedokteran UGM!" tegas Dylan.

Resya tersenyum samar, lalu mengangguk begitu saja.

"Hubunganmu sama si keriting masih berjalan?" Dylan mengintrogasi.

"Rama Pa," koreksi Ghea.

"Rambutnya keriting, jadi wajar saja saya memanggilnya seperti itu." Dylan tidak ingin disalahkan dan mendapat koreksian, dia selalu arogan merasa paling benar.

"Masih Pa."

"Sudah mau kelas dua belas. Bukan waktunya main-main, putusin saja!"

Mendengar ucapan Papanya barusan seperti ada yang memukul kencang dadanya hingga dia merasa sesak. Hanya Rama yang paham kondisi dia,  yang bisa membuat dia bahagia, hanya Rama yang siap menjadi badut hanya untuk menghibur Resya. Pada intinya, jika tidak ada Rama, Resya pasti akan sangat tertekan dengan semua beban yang diberikan oleh Papanya.

"Pa, hubungan kami tidak menganggu konsentrasi aku, bahkan Rama selalu membantu aku untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan sama guru les," Resya mengambil napas dalam-dalam. "Please Pa, biarin hubungan ini berjalan dengan semestinya. Aku janji akan terus berusaha untuk menjadi yang pertama. Aku akan selalu mengikuti kata-kata Papa, kecuali satu, mengakhiri hubungan aku sama Rama."

[WPS #1] ALIANDARA (SELESAI✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang