Terdengar dentaman keras dari istana utama yang terbakar oleh kobaran api yang menyala-nyala. Lihua yang melihat itu dari jendela paviliun nya langsung berlari keluar melupakan alas sepatu nya, berlari dengan panik ke istana utama. Krikil disepanjang jalan membuat telapak kaki Lihua terluka tapi Lihua acuh oleh rasa sakitnya, kini yang dipikirkan nya adalah keselamatan kakak dan tunangan nya.
Sampai disana para prajurit tengah sibuk memadamkan api, tubuh Lihua seolah kaku saat atap istana ambruk hingga serpihan nya melayang ke segala arah. Kaki nya terasa lemas ketika melihat bagaimana api itu perlahan meruntuhkan kediaman pangeran.
Ini, inilah yang ditakutkan nya saat Lijuan menyarankan untuk menundukkan klan merpati putih dan menjadikan mereka sekutu. Entah sejak kapan air mata Lihua menggenang di kelopak matanya dan mengalir turun di kedua pipinya. Kobaran api itu semakin mengecil saat hujan mulai mengguyur dengan deras, tersisa kepulan asap tipis yang membumbung tinggi.
Para kasim berlalu lalang dihadapan Lihua, berusaha sekuat tenaga memadamkan api.
Tepat setelah api padam, jenazah yang tersisa dari kebakaran itu di gotong keluar oleh beberapa prajurit. Tubuh-tubuh yang dikenali Lihua itu ditutup dengan secarik kain putih.
Lihua bersimpuh ditanah samping tubuh Pangeran Lijuan. "Kakak apa aku sudah pernah bilang jika aku menyayangimu? Apa aku sudah bilang itu padamu?" Lihua membiarkan tubuhnya basah oleh hujan.
Kini Lihua beralih pada Pangeran Zhen sebelah tangan pria itu terulur keluar dari kain yang menutupi keseluruhan tubuhnya. Lihua mengeluarkan Ruyi berbentuk gulungan awan yang diberikan oleh pangeran Zhen sebagai hadiah pertunangan. "Aku bahkan belum pernah bilang jika aku menyukaimu." Menggenggam tangan itu erat-erat dengan isakkan paling menyakitkan.
Tiba-tiba kilatan petir disertai guntur membuat Lihua terbangun dengan keringat yang membasahi kening nya. diluar sana angin berhembus kencang dengan suara hujan yang membentur atap, ia bersyukur karena petir itu membangunkan nya dari mimpi.
Nafasnya terengah oleh mimpi buruk yang terasa nyata. Tapi tunggu itu bukanlah mimpi itu adalah salah satu plot cerita dimana penderitaan Lihua dimulai semenjak kematian tunangan serta kakaknya.
Tergesa Lihua menyingkap selimut nya, berlari kearah luar kearah kediaman Pangeran mahkota saat hujan tengah mengguyur deras. Kasim penjaga yang melihat Lihua tiba-tiba pergi mengikuti dengan terburu-buru dan panik.
"Putri! Anda ingin pergi kemana?!"
Rambut Lihua yang terurai panjang telah basah saat sampai di kediaman Lijuan, tanpa salam apapun Lihua membuka pintu dengan keras. Pangeran Lijuan dan pangeran Zhen yang tengah berdiskusi langsung terdiam dan fokus pada Lihua yang tiba-tiba datang.
"Ada apa?" Pangeran Lijuan akhirnya buka suara, sedikit panik melihat rona pucat di wajah Lihua.
"Berjanjilah untuk tidak pergi meninggalkan ku seorang diri." Ucap Lihua gemetar.
Pangeran Zhen mendekat pada Lihua membawa tubuh gadis itu untuk duduk dan menyelimuti nya dengan selimut.
"Apa maksudmu?" Tanyanya bingung.
Lihua menatap mata pangeran Zhen dalam. "Bawa aku bersama kalian saat penyerangan itu." Ucap Lihua.
"Tidak mungkin kami membawa seorang gadis kesana, terlalu berbahaya untukmu." Tolak pangeran Lijuan.
"Aku tidak peduli! aku bisa menjaga diriku sendiri. Dibandingkan terdiam di paviliun menunggu kabar dari kalian dengan cemas dan ketakutan lalu menjadi upeti bagi kerajaan sekutu, lebih aku mati disana tanpa rasa cemas bersama kalian." Tegas Lihua, memang setelah kematian Pangeran Zhen dan kakaknya Lijuan negara yang awalnya bersekutu malah berbalik menjadi lawan. Lalu Raja Dozai menjadikan pernikahan sebagai jalan perdamaian antar kerajaan dengan mengorbankan Lihua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress Zhilan
RomanceSeorang penulis yang terjebak di dalam cerita karangan nya. Lihua terjatuh kedalam kolam saat sedang menulis bagian akhir dari ceritanya, tapi siapa sangka ketika terbangun ia telah terjebak menjadi tokoh utama dari ceritanya. Namun Lihua tersadar b...