Lihua berjalan menelusuri jalan setapak yang akan membawa nya kesuatu tempat. Sesekali ia meringis saat nyeri mendera pada bahu nya, Lihua pergi tanpa diketahui oleh siapapun di kediaman nya.
Ia menenteng sebuah belati yang tertutupi oleh lengan pakaian nya yang panjang, hanfu berwarna putih khas seseorang yang tengah berkabung.
Langkah nya membawanya sampai di salah satu paviliun khusus menteri istana, menteri yang pertama kali melakukan kudeta terhadap putra mahkota, dan dalang dari insiden kebakaran yang menewaskan kakak serta tunangan nya.
Mulai hari ini mungkin tangan Lihua tidak akan pernah bersih lagi dari darah. Tak apa jika itu bisa melindungi orang yang disayangi nya. Lebih baik singkirkan para parasit tersebut lebih awal demi kedamaian hidup kakak nya dimasa depan.
Sorot mata Lihua mendingin saat melangkah masuk ke dalam paviliun yang beraroma arak pekat, para wanita panggilan berseliweran dengan pakaian minim, mengambil apapun yang bisa meraka curi.
"Menjijikan." decih Lihua saat menemukan satu kabinet menteri tengah duduk melingkar dengan wanita panggilan di pangkuan mereka.
"Selain kakak dan Zhen, ternyata pria bejat seperti ini masih berkeliaran tanpa moral." Lihua mendekat tak ada yang menyadari kedatangan nya, ketika posisi nya telah berada tepat dibelakang ketua perkumpulan itu, menteri Ming Luo. Tanpa aba-aba Lihua mengangkat belati nya tinggi dan langsung menancapkan nya di kepala menteri itu.
Cras..
Darah mengotori lengan hanfu Lihua dan wajah gadis yang duduk disebelah pria gendut itu. Para jalang itu sontak histeris berlari entah kemana pun menciptakan keributan bising. Terserah mereka mau kemana yang pasti setiap sudut paviliun ini telah Lihua kunci hingga tidak akan ada tempat untuk kabur.
Lihua menarik paksa belati nya yang tersisa ganggang. "Aku terbiasa membunuh seseorang lewat novel, ternyata jika dilakukan langsung lebih terasa menarik?" gumam Lihua mengusap pinggiran tajam belatinya perlahan, sambil menatap 2 orang yang tersisa.
Para menteri itu terlihat ketakutan, namun karena mabuk pandangan mata mereka jadi tidak jelas hingga susah untuk berdiri tegak. Lihua tahu itu jadi ia sengaja memanfaatkan momen ini untuk membunuh mereka semua. Ini mungkin akan terlihat licik sekaligus keji, tetapi semua nya sah dalam balas dendam, lagi pula Lihua bukanlah orang suci ia saja tidak menggengam keyakinan spirtual dengan taat.
Lihua tertawa, mendekat ke salah satu dari mereka. "Aku ingat kau yang meludahi makam kakakku saat kerajaan ini hancur." Lihua mencengkram wajah nya dan dengan kasar merobek daging diantara bibir hingga mulut tak bisa tertutup, lalu tanpa perasaan membelah dua lidah nya.
Lihua meninggalkan nya begitu saja, tinggal seorang lagi. "Kau yang menyarankan pada ayah untuk menjadikanku upeti untuk kerajaan lawan. Membuatku menderita dan mati dengan sia-sia disana." Setelah mengatakan itu Lihua menikam leher nya, "ini yang kurasakan saat suamiku sendiri membunuhku." masih dengan belati yang tertancap di leher pria itu Lihua langsung menarik nya lurus kebawah hingga mengoyak dada dan isi perutnya.
Lihua membantai semua orang didalam paviliun itu tanpa ampun, tanpa menyisakan seorang pun untuk hidup. Ia memenggal kepala mentri Ming Luo lalu mengirimkan nya lewat penjaga bayangan pada Pangeran Guangxi.
Menteri Ming Luo adalah penghianat sekaligus mata-mata milik Pangeran Guangxi.
Selesai membantai semua orang, dengan santai Lihua melemparkan lilin kearah tong berisi alkohol yang berada di gudang, membiarkan api menjalar. Lihua melangkah keluar dibelakang nya suara ledakan terdengar keras, api berkobar dengan menyala-nyala membakar habis paviliun menteri. Lihua bersembunyi dibalik rerimbunan bambu memperhatikan para kasim yang langsung datang tergepoh.
"Apa aku berlebihan?" Lihua memainkan belatinya, memperhatikan penampilan nya yang telah kotor oleh darah. "Lain kali aku akan bermain cantik, kalau seperti ini akan repot untuk membersihkan diri."
"Ah terlalu lama bersikap manis membuatku lupa jika aku seorang psiko." Lihua bersenandung sepanjang jalan melupakan fakta jika ia baru saja membantai banyak orang.
***
Lihua sudah bersih dan rapih, kini tengah menghabiskan waktu dengan duduk malas di depan kolam ikan sambil merendam kaki nya, sesekali memakan kue dan susu hangat.
Sekarang ia sudah agak berdamai dengan amis ikan, ataupun mungkin hidung nya sudah mati rasa? Entahlah.
Pelayan Lihua datang dengan panik, memeriksa keadaan junjungan nya. "Putri seorang pembunuh berantai baru saja membunuh orang-orang di paviliun menteri, lebih baik anda berada di dalam sekarang. Siapa tahu pembunuh itu masih berkeliaran disekitar sini." kata pelayan itu was-was, sibuk menarik-narik Lihua untuk masuk kedalam kediaman nya.
'Dia memang ada disini, tepat nya didepanmu' batin Lihua.
"Orang mana yang mau repot-repot membunuh putri sepertiku." ucap Lihua malas.
"Bulan ini pangeran Zhen telah menangkap 15 orang yang diam-diam dikirim untuk membunuh anda putri." ujar si pelayan kalem membungkam mulut Lihua.
"Sebanyak itu? Jadi itu yang membuat matanya berkantung?" gumam Lihua getir. "Aku tidak mau masuk, aku bosan berada di dalam sana selama berbulan-bulan." tolak Lihua keras kepala, bahkan sekarang gadis itu mengangkat kaki nya dari dalam air lalu pergi begitu saja tanpa menggunakan alas kaki.
Lihua kabur kearah taman yang berada di barat lalu berdiam diri ditepian danau itu, melihat pantulan dipermukaan air sosok gadis berwajah polos namun memiliki iblis keji didalam dirinya.
"Bosan sekali, tidak ada yang bisa kulakukan disini."
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya seseorang dibelakang Lihua.
Lihua menoleh menemukan pangeran zhen tengah berpatroli bersama prajurit nya. "Aku melarikan diri dari pelayanku, itu saja. Kau bisa pergi meninggalkanku melamun sendirian disini." kata Lihua tapi seperti nya tidak didengarkan oleh Pangeran Zhen yang melihat telapak kaki Lihua yang kotor oleh bercak tanah.
"Kau kabur tanpa menggunakan sepatu?"
Pipi Lihua memerah, "yang satu itu aku lupa."
Pangeran Zhen menghela nafas, tunangan nya ini memang sangat pecicilan dan tak bisa diam. Bagaimana mungkin ia meninggalkan nya sendirian disini saat pembunuh itu masih berkeliaran.
Berjongkok membelakangi Lihua Pangeran Zhen berdecak saat Lihua tak kunjung naik. "Cepatlah naik kepunggungku."
"Boleh?" tanya Lihua yang langsung naik ke punggung Pangeran Zhen.
Pangeran Zhen berdiri dengan mudah, memperbaiki posisi tunangan nya dipunggung nya. Tubuh Lihua terasa ringan mungkin karena sakit kemarin berat gadis itu turun drastis, mengingat itu Zhen langsung merasa tidak senang.
Lihua memeluk leher Pangeran Zhen erat, rasanya pria ini terlalu sempurna dan punggung nya terasa nyaman untuk bersandar. "Aromamu seperti daun teh." kata Lihua dibelakang telinga pangeran Zhen yang hampir terlonjak.
"Jangan berbisik ditelingaku!"
Lihua mengulum senyum.
"Oh ya aku lupa menanyakan ini, apa benar ku yang memberikan gelang ini padaku?" Lihua menyingkap lengan hanfu nya menunjukan gelang jade berwarna merah."Benar, itu milik keluargaku diberikan kepada pengantin wanita."
"Tapi aku belum menjadi pengantinmu, kenapa kau berikan padaku sekarang?"
Mendengar itu pangeran Zhen menghentikan langkahnya sebentar sebelum kembali melangkah. Ia mengingat kata-kata tabib yang mengatakan jika Lihua tidak akan memiliki kesempatan hidup tanpa penawar racun. Apalagi saat nafas Lihua mulai tidak teratur dan terkadang berhenti.
Jika saat itu Lihua benar-benar tidak akan kembali padanya, maka ia akan tetap menjadikan gadis itu istrinya meski berada di ambang kematian. Sampai ia memakaikan gelang itu walau belum tercatat resmi dalam pernikahan kerajaan, namun dalam catatan keluarga nya Lihua sudah merupakan istrinya.
Tapi disini Lihua masih tercatat sebagai tunangan nya. Sampai kapanpun Zhen tidak akan melepaskan gadis ini bahkan dalam kematianpun ia akan tetap membuat mereka terikat.
"Aku memberikan nya karena aku ingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress Zhilan
RomanceSeorang penulis yang terjebak di dalam cerita karangan nya. Lihua terjatuh kedalam kolam saat sedang menulis bagian akhir dari ceritanya, tapi siapa sangka ketika terbangun ia telah terjebak menjadi tokoh utama dari ceritanya. Namun Lihua tersadar b...