Rasa #18

396 45 71
                                    


Tatapan membunuh menyorot tajam dari kedua pria yang berada di antara Via. Eric menarik tangan Via, bermaksud membawanya pergi dari tempat itu. Menunjukkan rasa kepemilikannya atas diri Via. Namun, Via menolak. Menghambur ke arah Alvin. Kedua tangannya melingkari lengan Alvin lengkap dengan Ekspresi berlindung.

Lihat, bahkan Alvin tak perlu menunjukkan apa-apa. Via membuktikan sendiri bahwa Alvinlah yang berhak atas dirinya sekarang. Itu membuat Eric geram, kedua tangannya mengepal kuat. Langkah Eric mendekat, hanya dengan satu pukulan darinya sanggup membuat Alvin roboh.

"Alvin!" pekik Via cemas.

Alvin memang tak terlalu pandai berkelahi, tapi setidaknya dulu pernah membuat kakaknya sendiri babak belur akibat bersikap kurang ajar pada ibunya.

Pria itu bangkit dengan darah segar yang mengalir dari sudut bibir. Eric tersenyum mengejek membuat Alvin semakin tersulut.

Eric sudah siap meluncurkan bogem mentahnya, Alvin tak tinggal diam kali ini.  Pria itu lebih dulu melayangkan tendangan tepat di dada rivalnya.

Suara histeris menggema dari punjuru resto.

Harga diri dua pria itu dipertaruhkan di hadapan wanita pujaannya. Belum ada yang tumbang, mereka masih terus mencoba melumpuhkan lawan. Hingga Via dan beberapa pengunjung lain berhasil menghentikan duel mereka, setelah membuat setengah restoran berantakan.

***

"Maaf ya, Vin," kata Via sambil mengobati luka Alvin pada sudut bibirnya.

"Nggak masalah, Vi. Jangan merasa bersalah begitu."

"Kamu terluka begini, gimana aku nggak ngerasa bersalah?"

"Aku, 'kan pernah bilang, apa pun demi kamu akan kulakukan."

"Tapi nggak berkelahi juga, Vin."

"Ini mendesak, Vi." Alvin Menyungingkan senyum usil pada bibir yang terasa ngilu.

"Enggak lucu, Vin." Via menunduk, wajahnya berubah sendu kali ini. "Aku selalu nyusahin kamu, Vin."

"Hei ... nggak gitu, Sayang." Alvin menyentuh dagu Via yang membuatnya otomatis menatap kedua mata Alvin.

"Kamu mau tahu, gimana caranya supaya lukaku cepat sembuh?"

Via mengeryit. "Apa?"

"Mungkin bibirmu bisa menyembuhkannya."

"Ap--apa?" Via melotot dengan wajah bersemu, tahu betul maksud Alvin.

"Yah, bakalan lama, nih sembuhnya kalau nggak dapat obat mujarab." Alvin terus menggoda Via.

Via mendengkus. Kenapa pikiran laki-laki semuanya sama aja?

***

Di dalam apartemen sewaanya, Eric terlihat masih menahan amarahnya. Bahkan, Via lebih mengkhawatirkan Alvin ketimbang dirinya.

Rasa sakit di dada akibat tendangan Alvin rasanya tidak seberapa dibanding rasa sakit melihat wanita yang dicintainya mengkhawatirkan pria lain.

Perhatianya teralih pada panggilan yang masuk. "Hallo?"

"Bos, terima kasih bayaran sudah aku terima."

"Baiklah, ntar kalau ada kerjaan lagi aku hubungin."

Rasa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang