Rasa #8

685 84 231
                                    


Selesai bicara, Eric berlalu dari hadapan Via. Meninggalkannya dengan sudut mata yang menggenang. Suasana hati Via  seketika berubah drastis.

Ucapan Eric terasa menyesakkan dadanya. Bulir bening mulai mengalir di pipi. Kenapa rasa sakit itu masih terasa? Bahkan saat Via sudah memaafkan dan menerima Eric kembali.

Sekarang apa? Justru Via sendiri juga ikut bermain-main terhadap hubungan mereka. Bahkan, ia sudah melibatkan perasaan Alvin di dalamnya.

~ ~ ~

Suara air kolam renang di belakang, membuat pagi Via terusik. Wanita itu membuka mata, mengerjap lalu terduduk di ranjangnya.

Via menoleh ke arah balkon, menyingkirkan selimutnya. Turun dari ranjang dan berjalan menuju balkon kamar yang segaris lurus dengan kolam renang.

Via menemukan Eric sedang berenang di sana. Ia memperhatikannya dari atas balkon. Kepala Eric menyembul dari permukaan air di sisi kolam renang. Pria itu menyugar rambutnya yang basah, kemudian menaiki anak tangga kecil, berjalan menuju kursi santai dan meraih handuk untuk mengeringkan rambutnya. Via masih memperhatikan Eric dari balkon kamarnya. Mau tidak mau melihat tubuh atletis calon suaminya itu.

Via sadar, Eric memang menawan. dulu sempat merasa beruntung bisa memilikinya, tetapi sekarang?

Eric dan Via bertemu tatap dalam waktu bersamaan.

"Pagi, Sayang. Mau berenang?" 

Via tak menjawab, membuang muka kemudian kembali ke dalam kamar.

Eric tertunduk, paham betul Via sedang kesal padanya.

~ ~ ~

Menu nasi goreng spesial sudah tersaji di atas meja makan, pagi ini. Tampak kedua orang tua Via sedang terlibat obrolan kecil bersama Eric sambil menunggu Via bergabung.

Via berjalan pelan menuruni anak tangga, sesaat kemudian sudah duduk di sebelah Eric.

"Sarapan, Nduk," kata Marni dengan logat jawa kental.

"Ambilkan buat Eric."

"Iya, Bu. Saya bisa ambil sendiri," jawab Eric sopan.

Via menaruh nasi goreng pada piring Eric. Menuangkan air mineral pada gelas bening yang lalu ia letakkan di dekat Eric.

Eric menoleh ke arah Via. Kami terlihat baik-baik aja, tapi nyatanya enggak.

"Ayo dimakan," titah Marni.

Eric mengangguk sopan.

"Kamu ndak mampir ke Jogja dulu, Nak Eric?"

"Eum, tadinya saya mau ke Jogja sama, Via tapi ... sepertinya, Via sedang sibuk, Pak." Eric menoleh ke arah Via.

Via membalas tatapan Eric. Hanya Eric yang tahu arti tatapan itu.

"Via, ikutlah ke Jogja sama, Eric," kata  Anto.

"Tapi sekarang-sekarang ini nggak bisa, Pak."

"Sebentar aja."

"Aku bener-bener nggak bisa, Pak."

"Nggak apa-apa, kok, Pak. Saya bisa sendiri. Via masih sibuk dengan pekerjaannya. Saya mengerti," kata Eric berusaha menengahi.

Rasa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang