"Lagi apa, Sayang?""Eum ... nggak lagi ngapa-ngapain, kok," jawab Via sekenanya.
"Kamu sudah makan?"
"Belum."
"Jangan sampai telat makan, Sayang."
"Iya."
Jawaban demi jawaban datar dari Via terlontar, sampai sambungan telepon itu berakhir.
Via melempar ponselnya ke atas ranjang berseprai putih bersih itu. Langkahnya kini terayun menuju balkon kamar. Pandangannya kosong menatap permukaaan air kolam renang yang tenang. Pikirannya berkelana jauh ke belakang. Mengingat kembali kejadian beberapa bulan yang lalu ....
Dengan pesawat yang ditumpanginya,Via melakukan perjalanan udara menuju benua seberang, sendirian. Via berniat memberikan kejutan di hari ulang tahun seorang pria yang ia cintai. Via pikir kehadirannya akan membuat pria itu terkejut sekaligus bahagia, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Via, lah yang di buatnya terkejut.
Via lemas, saat mendapati pria yang dicintaiya itu justru tengah bersama wanita lain di dalam apartemennya.
Sontak Via berlari menjauh dari sana, mencari taksi dan pergi entah ke mana, tentu dengan derai air mata yang tak bisa lagi dibendung.
Dengan perasaan tak karuan, Via mengitari kota Melbourne tanpa arah dan tujuan. Kemudian memilih pulang ke tanah air dengan perasaan tak menentu. Sampai ribuan kata maaf itu meluluhkannya. Namun, tak bisa ia pungkiri, hatinya masih sakit sampai sekarang.
Air matanya luruh hanya dengan sekali kedipan. Hatinya sesak mengingat kejadian itu. Tak ada satu orang pun yang tahu, Via menyimpannya sendiri, rapat-rapat.
~ ~~
Alvin menyesap kopi hitamnya sambil menikmati senja yang masih menghias langit. Selesai pemotretan, ia belum juga beranjak dari rooftop studionya.
Pria itu menikmati semilir angin yang ikut hadir menerpa tubuhnya. Alvin Berdiri tegap dengan satu tangan tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana. Pandangannya sesekali menatap jalanan, menatap hiruk pikuk di bawah sana, hingga ketukan heels dari belakang membuatnya menoleh.
Sosok wanita dengan dress garis-garis selutut itu berdiri dengan senyum terkembang.
"Via?"
"Sendirian aja di sini, ngapain? Ngelamun, ya?"
Mata Alvin berbinar saat mendapati Via sudah berdiri di hadapannya.
"Aku tanya rekanmu di bawah tadi, dia bilang kamu lagi di sini. Makanya aku nyusul kamu ke sini, nggak apa-apa, 'kan?"
"Tentu saja, Vi."
"Wah ... ternyata kamu punya tempat seindah ini," ucap Via mendekat ke arah Alvin seiring ketukkan heels-nya.
"Memang sengaja disulap sedramatis ini, untuk keperluan pemotretan. Tergantung konsepnya juga, sih."
"Aku datang di saat yang tepat, ya. Bisa lihat senja seindah ini."
Sesaat mereka sama-sama terdiam melempar tatapan ke langit. Angin bertiup pelan, membelai rambut hitam panjang milik Via. Persis seperti gerak lambat dalam sebuah film, yang menjadikannya pemandangan indah bagi Alvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa (COMPLETED)
عاطفيةBagi Alvin, Via adalah satu nama yang mewakili segala rasa. Cinta, rindu, bahagia, sedih, kecewa bahkan hancur.