Rasa #Epilog

1.5K 58 74
                                    


Akhirnya hari ini tiba, hari di mana Eric mengucap akad suci pernikahan yang sakral. Hari di mana sepasang pengantin sudah melebur menjadi satu. Hari yang mengantarkan mereka ke pintu gerbang kehidupan baru.

Kata sah terdengar serempak di penjuru ruangan di mana akad itu berlangsung, membuat suasana lega dan bahagia terukir jelas di wajah sepasang pengantin dan para saksi yang hadir di sana. Bahagia? Tunggu, mungkinkah Via benar-benar bahagia sementara di sana ada hati seorang pria tulus yang dibuatnya terluka?

Bagaimanapun juga Via sudah memilih, Eric, lah pria yang akan mendampinginya kini. Dari awal memang ia sudah memilih Eric, jauh sebelum terlibat hati dengan Alvin. Jauh sebelum semua ini terjadi.

"Selamat, ya ...," ucap Siska memeluk dan mencium pipi kanan-kiri Via, sesaat setelah prosesi akad selesai. Siska pun turut berbahagia melihat sahabatnya itu sudah mantab menentukan pilihannya.

Via hanya tersenyum tipis. Ditolehnya pria di samping yang kini sudah sah menjadi suaminya itu. Wajahnya memancarkan rona kebahagiaan yang membuat ketampanannya bertambah.

Eric pun terlihat terpana dengan wanita yang sudah resmi menjadi istrinya. Finally, ia bisa menikah dan memiliki Via seutuhnya. Itu membuatnya tidak sabar menunggu momen malam nanti.

Di sebuah ballroom hotel kenamaan, pesta resepsi pernikahan mereka digelar. Sepasang pengantin ini tampak sangat serasi berdiri di singgasananya.

Dengan satu tangan yang melingkar di lengan Erik sementara tangan lain mengenggam sebuket bunga, Via tetlihat tersenyum menyambut para tamu yang datang memberi doa restu pada mereka.

Di tengah keramaian, Via masih sempat menciptakan keheningannya sendiri.

Ma ... aku sudah memenuhi permintaan Mama, menikah dengan putra Mama. Semoga Mama bahagia di sana.

Wajahnya terlihat setengah melamun lagi, lalu kembali tersenyum ketika seorang tamu undangan mendekat dan memberikan ucapan selamat.

Pandangan Via sesekali menyisir ke penjuru ballroom. Apa yang ia cari? Via tertunduk saat harapannya kosong. harapan bisa menemukan pria berperawakan tinggi dengan mata sipit khasnya itu, berada di antara kerumunan tamu yang hadir.

Hadir? Untuk apa? Untuk melihat dirinya di pelaminan dengan pria lain? Itu menyedihkan. Namun, rasanya Via ingin melihatnya sekali lagi, atau mungkin untuk yang terakhir kali.

Batinnya yang masih saja berkecamuk membuatnya ingin resepsi pernikahan ini segera berakhir. Ia tidak mau terlalu lama memasang senyum palsu di wajah yang sebenarnya sendu.

***

Alvin merebahkan tubuh tidak berdaya di atas tempat tidur. Tatapan kosong itu begitu menggambarkan hatinya yang terasa hampa. Semuanya terasa hambar sejak ia ditinggalkan wanita yang membuatnya jatuh cinta setengah mati.

Malam ini akan terasa begitu menyiksa baginya. Bagaimana tidak? Terlintas betapa malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi sepasang pengantin yang baru saja menikah. Malam yang tak mungkin terlewatkan begitu saja. Malam di mana Via akan menyerahkan diri sepenuhnya pada suaminya. Malam di mana tiap jengkal dari diri Via adalah milik Eric seutuhnya.

"Aaargh!" Alvin mengacak rambutnya, frustrasi. Membayangkan saja membuat dadanya bergemuruh.

"Kenapa aku nggak bisa membencimu, Vi?Aku ingin sekali membencimu!"

Mata Alvin memejam, berputar dalam ingatannya senyum manis Via yang masih sulit ia lupakan. Juga kecupan perpisahan yang sekaligus mengakhiri kisah asmara di antara mereka berdua. Semua itu kini seperti membuat kubangan luka dalam, yang entah kapan bisa pulih.

Rasa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang