*Sambil diputer lagunya dulu sebelum baca ya...🤗***
Sering melamun yang dilakukan Via akhir-akhir ini. Pesan Suwarti lewat mimpi, menyita lebih energinya. Membuat hati dan pikirannya tidak tenang. Sampai-sampai chat dari Alvin, hanya ia balas singkat. Pikiran Via bercabang ke mana-mana, ia benar-benar gelisah.
Terngiang terus kalimat yang diucap Suwarti padanya, pesan itu berputar ulang di kepalanya.
Via tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Ini begitu menjadi dilema besar baginya. Sekarang apa yang harus dia lakukan?
***
"Hai ...." Siska tersenyum ramah saat membuka pintu rumahnya.
"Masuk," sambutnya atas kedatangan Via.
Langkah lunglai menggiring Via ke sofa empuk di ruang tamu rumah Siska. Via mendaratkan tubuh lemahnya di sana.
"Andre kerja?" Pertanyaan Via mendapat anggukkan kepala oleh Siska.
Via lalu tertunduk. Rasanya kali ini dia tidak sanggup menanggung beban sendiri.
"Kenapa, Vi? Ada masalah?" Siska mencoba menebak dari raut yang tergambar jelas di wajah sahabatnya itu.
Kemudian berkisahlah Via tentang apa yang melanda hati dan pikirannya akhir-akhir ini. Sejurus itu, Siska pun ikut merasakan keresahannya. Siska hanya mengambil kesimpulan logis, bahwa mimpi itu hanya bunga tidur, tak perlu terlalu dipikirkan. Siska menyarankan agar Via mendoakan almarhum Suwarti agar tenang di sana.
***
Suasana kamar yang temaram tak juga membuat Via segera memejamkan mata. Mimpi itu sudah mengambil alih semua mood-nya.
Via mengembuskan napas kasar, masih bingung bagaimana menyikapi, haruskah ia mengabaikannya begitu saja? Namun, ini terasa sulit baginya. Dengan pandangan yang lurus menatap langit-langit kamar, entah mengapa Via berpikir ia harus bertemu dengan Eric.
Diraihlah ponsel di atas nakas. Ia membuka block kontak lalu mengirim pesan pada Eric. Jarinya terasa berat ketika mengetik di atas keyboard. Entah mengapa, ada perasaaan sedikit lega ketika ia akhirnya menghubungi Eric.
Matanya masih menatap langit-langit kamar. Seperti sebuah mantra, perasaan lega itu membuatnya perlahan-lahan terlelap.
***
Di dalam gedung pencakar langit, Eric tampak tidak sabar menanti kehadiran Via sore ini. Sebenarnya ia sedikit heran, Via datang ke sini untuk menemuinya? Ini hampir tidak mungkin.
Ada angin apa?
Ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk membuatnya tersenyum lalu beranjak dari ruangan, mempercepat langkah untuk menjemput wanita yang sangat ia rindukan itu.
Via menunggu di lobi dengan pandangan yang mengarah ke jalan, ia tak menyadari kalau Eric sudah berada di belakangnya.
"Vi?" Suara berat Eric membuatnya menoleh. Sejenak mereka hening. Hanya saling melempar tatapan.
Jangan ditanya bagaimana perasaan Eric saat ini? Ia amat senang. Via mau menemuinya, itu sudah pasti akan melebur rasa rindunya selama ini.
Ditatapnya lekat wajah Via, betapa mata indah itu selalu membuat Eric tak ingin mengalihkan pandangan. Betapa bibir merah itu selalu membuatnya ingin--mampir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa (COMPLETED)
RomanceBagi Alvin, Via adalah satu nama yang mewakili segala rasa. Cinta, rindu, bahagia, sedih, kecewa bahkan hancur.