"Assalamualaikum ...."
"Bu ...," panggil Alvin sembari mengetok pintu rumah. Tidak ada jawaban.
"Kayaknya ibuku pergi, deh," katanya lagi sambil merogoh kunci cadangan dari dalam ranselnya.
Pintu terbuka, Alvin mempersilakan Via masuk ke dalam kediamannya yang minimalis.
"Ya, begini, Vi rumahku kecil."
"Aku nggak ngeliat rumahnya, kok, tapi yang tinggal di dalamnya," kata Via sambil mengedarkan pandangan lalu tersenyum kepada si pemilik rumah.
Alvin membalas dengan senyuman. "Duduk, Vi. Aku buatin minum dulu."
"Yang dingin, ya, Vin."
"Oke."
pandangan Via masih mengedar lalu terkunci pada bingkai foto keluarga yang terpajang di dinding. Via masih mengamati wajah-wajah yang berada dalam bingkai foto itu, sampai Alvin datang.
"Minum, Vi."
"Itu siapa? Kakakmu?" tanya Via menunjuk ke arah bingkai foto di dinding, yang lalu mendapat keheningan sesaat dari Alvin.
"Iya," jawabnya singkat.
"Kenapa kamu nggak pernah cerita, Vin?"
Alvin mengembuskan napas kasar. "Kakakku di penjara," ucapnya menjeda sesaat, "kasus narkoba."
Via mengerjap tak berkomentar apa-apa. Menunggu Alvin melanjutkan ceritanya lagi.
"Ayah dan ibuku bercerai saat aku masih SMA. Praktis keadaan ekonomi keluarga kami kacau. Sampai kakakku putus kuliah, frustrasi hingga terjerumus pada pergaulan yang salah yang membuatnya mengenal narkoba."
Via ikut prihatin, menatap sendu ke arah kekasihnya itu.
"Terlalu banyak hal pedih dalam hidupku, Vi."
Via bisa merasakan kesedihan itu dari sorot mata Alvin. Sosok yang mampu membuatnya tersenyum selama ini menampakkan sisi rapuhnya.
"Jadi, kalau suatu saat kamu ninggalin aku, itu akan melengkapi seluruh kepedihan yang pernah ada, Vi."
"Vin ...." Via mengenggam tangan Alvin. "Aku nggak akan ninggalin kamu."
Alvin mengeratkan genggaman. Menatap penuh ke arah Via.
"Assalamualaikum ... Vin! Kamu udah pulang?" teriak Fatimah saat akan memasuki ruang utama.
Sontak Via menarik tangannya yang berada di genggaman Alvin.
"Eh, ada tamu?"
"Walaikumsalam," jawab Alvin walau terlambat.
Via tersenyum, beranjak dari duduknya lalu mencium punggung tangan Fatimah.
"Udah lama? Ibu baru dari pasar," katanya sambil menyentuh puncak kepala Via dengan lembut, saat Via mencium tangannya.
"Belum lama, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa (COMPLETED)
RomanceBagi Alvin, Via adalah satu nama yang mewakili segala rasa. Cinta, rindu, bahagia, sedih, kecewa bahkan hancur.