Rasa #29

731 41 43
                                    


Ketukan heels yang tidak terlalu tinggi itu beradu dengan lantai. Menimbulkan suara khas, pertanda kedatangan dari si Penghuni Rumah.

Langkah Via gontai menuju kamarnya. Tidak langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, Via lebih memilih menuju kamar mandi. Meletakkan tas dan heels-nya terlebih dahulu di lantai dengan asal.

Via menyalakan shower hingga air mengucur deras dari sana. Wanita itu menempatkan diri persis di bawah shower yang menyala.

Kucuran air sudah membasahi tubuhnya dengan masih berpakaian lengkap. Air matanya berlomba dengan air shower yang jatuh ke lantai.

Via membenamkan diri pada aliran air dingin yang menusuk tulang. Membiarkan air itu menghanyutkan rasa sakitnya, rasa kehilangannya.

Apa yang telah ia lakukan? Tega sekali ia menghancurkan hati pria tulus seperti Alvin. Namun sesungguhnya, hatinya sendiri pun ikut hancur.

Via menyugar rambutnya yang basah kuyub, menengadahkan wajahnya ke atas, meremas rambutnya secara frustrasi.

"Alvin!" Pekiknya dengan sesenggukkan. Hanya itu yang sanggup keluar dari mulutnya.

***

"Kerja yang bener, dong, Son! Lo tahu lensa kamera itu mahal!" bentak Alvin pada Sony saat tidak sengaja menyenggolnya hingga jatuh.

"Sorry ...," sahut Sony merasa bersalah.

"Kerja nggak becus!" Umpatan Alvin pada Sony kali ini membuat Sony sedikit tersinggung.

"Lo bisa pake gaji gue buat ganti rugi, kalau kurang gue cicil nanti," ucap Sony dengan nada kesal, kemudian mengambil tas ranselnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Alvin.

"Bang ...." Aji hanya menatap Sony berlalu kemudian berganti menatap Alvin yang terlihat terdiam di kursinya--membolak-balik lensanya. Aji yang paling muda di antara mereka hanya mampu menunduk, sekaligus heran tak biasanya Alvin bersikap demikian.

Alvin bangkit dari kursinya dengan gerakan kasar, meninggalkan Aji yang tidak tahu harus berbuat apa.

***

Siang ini Eric datang menemui kedua orang tua Via, untuk menyampaikan niatnya menikahi putri semata wayang mereka.

Duduk di samping Erik, Via dengan wajah yang masih berselimut duka, tetapi berhasil menutupnya dengan senyum palsu, mengangguk menerima Erik di hadapan orang tuanya yang dulu sempat ia tolak.

Anto dan Marni sebagai orang tua hanya bisa memberi doa restu kepada keduanya, sekaligus memberi petuah-petuah bijak untuk bekal mereka berumah tangga nanti.

Eric mengangguk mantap menyerap semua pesan yang di sampaikan calon mertuanya. Pesan untuk menerima satu sama lain, saling menjaga satu sama lain, saling mencintai dalam suka duka, satu sama lain.

Pikiran Via berkelana entah kemana. Keberadaannya di sana hanya sebagai formalitas.

Dalam benak Via saat ini masih dipenuhi dengan bayang-bayang Alvin. masih tergambar jelas ekspresi terluka itu yang lalu kembali menebar perih di hatinya.

***

Waktu berlalu seiring dengan persiapan pernikahan antara Via dan Eric yang sudah mulai menyibukkan keduanya akhir-akhir ini.

Kedua calon pengantin ini memutuskan tidak ada foto prewedding untuk pernikahan mereka. Eric menerima keberatan calon istrinya itu untuk tidak mengadakan sesi pemotretan prewedding.

Eric mengerti mungkin itu akan mengingatkannya pada seseorang yang sempat berada di tengah-tengah hubungan mereka.

Dalam hati Eric terkadang berpikir apa Via bahagia dengan pernikahan mereka yang tinggal sebentar lagi? Pertanyaan yang  muncul tatkala Eric sering mendapati calon istrinya itu melamun, menatap kosong. Begitupun kali ini, mata Eric mengamati dengan teliti wanita yang tengah mencoba gaun pengantinnya dengan wajah sayu.

Gaun pengantin warna putih dengan model bahu terbuka itu menciptakan pemandangan indah bagi Eric,  membuatnya tak sabar ingin segera memiliki Via seutuhnya.

Gaun pengantin warna putih dengan model bahu terbuka itu menciptakan pemandangan indah bagi Eric,  membuatnya tak sabar ingin segera memiliki Via seutuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manik matanya naik ke arah paras cantik natural yang membuatnya tidak pernah bosan memandang.

Mata itu? Kenapa sorot mata itu terlihat sayu? Membuat wajah cantiknya menjadi sendu.

"Vi?" suara Erik membuatnya menoleh. Tatapan itu? Tatapan yang tidak asing bagi Eric. Seperti pernah terjadi sebelumnya. Itu membuatnya merasa deja vu.

Diraihlah kedua telapak tangan munggil wanita di hadapannya ini. Dengan tatapan lembutnya Eric berusaha menyakinkan Via sekali lagi.

"Vi ... aku akan membuatmu jatuh cinta lagi padaku. Sama seperti saat pertama kali kita bertemu. Aku nggak bisa janji, tapi akan kupastikan kamu bahagia," ucap Eric sepenuh hati dengan mengenggam lembut kedua tangan calon istrinya.

Kedua pasang mata itu beradu. Eric mulai menangkap penampakan cairan bening menggenang di pelupuk mata Via.

"Vi?"

Via mengangguk lemah sebagai respons dari ucapan Eric. "Berusahalah ...." Segaris air matanya luruh. Eric mengusap dengan lembut lalu menariknya ke dalam pelukan.

***

Di meja kerjanya Via terlihat sibuk menggoreskan pensil pada kertas putih. Membuat goresan-goresan halus yang lambat laun membentuk sebuah sketsa wajah.

Sudah lembar ke sekian, Via mengarsir wajah Alvin dengan tanganya. Dipandanginya lagi wajah pria dalam selembar kertas yang baru saja selesai ia gambar.

Via mengembuskan napasnya, tidak ada lagi gombalan-gombalan yang selalu membuatnya tersenyum. Tidak ada lagi tingkah jahil yang selalu membuatnya kesal sekaligus senang dalam waktu bersamaan.

Via menyangga kepalanya dengan satu tangan yang bertumpu pada meja. Dadanya terasa sesak seketika.

"Vin ...," rintihnya.

💔💔💔

Aku tidak tahu harus berkata apa?

Perasan kalian gimana?

Tinggal selangkah lagi kita Ending ya
😣 😭

Rasa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang