Rasa #20

461 48 63
                                    


Via Bangkit, terduduk di ranjang dan mematung. Tidak tahu harus bagaimana sekarang? Wanita itu menyugar rambut panjangnya sambil berpikir bagaimana cara menggagalkan acara hari ini?

"Tanggal pernikahan? Memangnya siapa yang mau menikah?" gumamnya kesal sambil mengacak rambut.

Via meraih ponselnya, menelepon Eric. Rasanya malas, tetapi mulutnya gatal ingin memaki.

Eric menatap layar ponselnya, tersenyum mendapat panggilan suara dari Via, Eric mengangkatnya kemudian mengalihkannya ke panggilan video.

"Sayang? Kamu baru bangun?"

"Nggak usah basa-basi, deh, Ric! Apa maksudnya hari ini? Nentuin tanggal pernikahan? Emangnya siapa yang mau nikah sama kamu!"

Eric mengembangkan senyum. "Kamu tetep cantik walau masih muka bantal. Rasanya aku nggak sabar ingin melihat pemandangan ini setiap pagi. Memandang wajahmu saat pertama kali aku membuka mata."

Via mengeryit. "Denger ya, Ric--" Panggilan video diputus sepihak.

"Ish!" Via mendengkus lalu membanting ponselnya di ranjang, seketika dibuat gusar. Via mengigiti ibu jarinya sambil berpikir keras apa yang harus ia lakukan sekarang?

Ini sama rasanya seperti menghadapi perjodohan. Tunggu, mereka bukan dijodohkan, mereka sama-sama menginginkan, tapi itu dulu.

Aargh .... Via meraup wajahnya kesal.

***

Mobil sedan hitam mengkilat baru saja tiba lalu terparkir di halaman rumah Via.
Eric keluar dari pintu kemudi. Mengenakan kemeja panjang warna biru tua dengan lengan yang digulung sesiku, simpel, tetapi tidak mengurangi kesan  gagahnya.

Eric tak sendiri, kali ini dia datang bersama Ibu dan Omnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah meninggal.

Kedatangan mereka lalu di sambut hangat oleh Marni dan Anto selaku tuan rumah. Marni dan Suwarti terlihat mencium pipi kanan-kiri. Aura besan mereka memancar.

Anto juga terlihat menjabat tangan Harsono--Om Eric, dengan wibawa. Mereka sudah menghuni ruang utama.

Simbok terlihat juga sibuk menyiapkan makanan dan minuman spesial di belakang.

"Mbok, tolong panggil Via, ya," titah Marni.

"Baik, Bu." Simbok segera melaksanakan tugas.

Di kamarnya, Via terlihat tertekan dengan situasi hari ini.

"Mbak, Vi. Mas Eric dan keluarganya sudah datang. Mbak Via disuruh Ibu untuk turun."

Via mengembuskan napas. Lalu hanya menganggukkan kepala. Simbok menutup pintu kembali.

Jadi ... kalau suatu saat kamu ninggalin aku, itu akan melengkapi seluruh kepedihan yang pernah ada, Vi. Terlintas ucapan Alvin tempo hari padanya.

Pernikahan ini enggak akan terjadi!

Via menghela napas kembali untuk menetralkan keteganggannya, mengumpulkan kekuatan, dan menyiapkan mental. Menyakinkan diri sekali lagi, kini ia mulai melangkah.

Simbok terlihat menyuguhkan minuman di atas meja. Dua keluarga inti ini sedang bercengkerama sembari menunggu kedatangan Via.

Rasa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang