16.

2.8K 253 0
                                    

Menggeliat dibalik selimut tebal yang membungkus tubuhnya.
Hinata merasakan tekanan yang menghangatkan dari lelaki yang kini terlelap disampingnya.
Dengan kepala terkulai diatas bantal, lengan Sasuke masih memeluk perutnya, menggantung ringan.
Hinata hanya tersenyum saat melihatnya, sebelum bangkit dengan hati-hati agar tidak membangunkan Sasuke.
Tentu saja karena kekasihnya itu pulang kerumah sudah menjelang matahari naik.

Sejak ada Hinata diapartemen itu, Sasuke sangat jarang menempati kamarnya sendiri.
Dan akan dengan senang hati menerobos ke kamar Hinata, meskipun biasanya si pemilik kamar akan langsung mengusirnya.

Rasanya sangat konyol, bagaimana pertengkaran kecil mereka hanya akan menambah ikatan itu, semakin mengikat Hinata pada sosok Sasuke dan segala yang ada dalam diri lelaki itu.
Sangat aneh, dan Hinata tidak bisa menyangkalnya.

Mikoto sudah pergi sejak dua hari yang lalu, dengan dengan petuah yang terasa begitu melegakan tapi memberatkan.

"Hubungan kalian memang kuat, tapi tidak mengikat."

Hinata tidak bisa memberikan penolakan ataupun sangkalan untuk hal itu.
Hubungan mereka memang kuat, tapi tidak mengikat.
Karena Sasuke memang belum mengikatnya, bukan dalam harfiah yang sesungguhnya.
Hal itu tidak akan menjadi masalah, seandainya Hinata tidak terlalu memikirkannya, dan menambah beban dalam dadanya.
Ahh, itu kadang membuatnya pusing.

Sebagai seorang perempuan, Hinata membutuhkan kepastian.
Kepastian mengenai statusnya, pengakuan atas dirinya pada lelaki yang berada disisinya.
Egonya sebagai perempuan selalu menuntut itu, meski Hinata tidak bisa  mengatakannya dengan gamblang.
Sasuke pernah sekali dua kali membahas mengenai pernikahan ataupun hubungan yang lebih kuat dari ini, tapi Hinata merasa jika itu belum saatnya.

Ada beberapa hal yang ingin dicapainya, sebelum benar-benar memberikan penyerahan diri pada suaminya.
Hinata bukannya takut pada pernikahan, tidak seperti itu.
Ia hanya merasa belum siap untuk masuk kedalamnya, belum siap menjadi bagiannya.
Satu dari beberapa hal yang masih memberatkannya, Hinata pikir bahwa ia harus benar-benar mencapai apa yang ia mau, sebelum dirinya menyesal nantinya.

Sepasang lengan melingkari perutnya dengan mesra, aroma mint dari napas yang berhembus membelai tengkuknya, kecupan dipelipisnya yang terasa hangat.
Sasuke berada disana, mulai mengganggu acara memasak Hinata dengan tubuhnya.
Lelaki kurang ajar yang sangat hobi memeluk dan menciumnya, jenis kemesraan yang membuatnya sering kesulitan mengendalikan diri sendiri.
Hinata sering kesulitan mengatasi Sasuke dalam mode ini.

"Kenapa bangun ? Kau harus tidur, Sasuke."

Mematikan kompornya, Hinata bisa merasakan saat Sasuke mengeratkan pelukannya.
Memutar tubuhnya dengan susah payah, berhadapan dengan Sasuke yang kini menunduk menatapnya
Lelaki itu hanya menatapnya, sedikit tersenyum sambil mengecup bibir Hinata yang terbuka.
Hanya kecupan-kecupan kecil, bukan jenis ciuman panas yang akan membuat Hinata kelabakan.

"Aku tidak bisa tidur,"

Suara merajuk yang manja, lilitan tangan yang mengerat pada pinggangnya, sebelum Hinata tenggelam didalam pelukannya.
Menyandarkan kepala didada bidang yang tertutup kaos hitam tipis, Hinata bisa mendengar detak jantung yang teratur seirama.
Itu menenangkannya, menyadarkan bahwa ia tidak sendiri saat ini.

"Aku harus ke kampus, Sasuke."

Helaan napas yang terdengar memberat.
Hinata bisa merasakan rongga dada yang naik dengan tekanan kuat.

"Bolos saja, ya ?"

Sekarang, lelaki dewasa itu seperti tidak ada bedanya dengan anak umur 7 tahun.
Menunduk dengan wajah memelas, lengkap dengan bibir yang mencebik lucu.
Sasuke terlihat seperti seorang anak yang takut ditinggalkan ibunya.

NUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang