18.

2.3K 225 7
                                    

Jalanan lenggang, cahaya matahari yang terasa hangat.
Berjalan dengan begitu tenang dalam perasaan nyaman, menghirup udara dalam-dalam agar memenuhi rongga dadanya.
Hinata sudah lama tidak kemari, dan ide Sakura kemarin membuat mereka kembali ke tempat ini.
Hinata perlu mengistirahatkan kepalanya, dan Sakura perlu mendinginkan kepalanya yang nyaris meledak karena perang kembali pecah.

Dua orang perempuan dalam masalah yang berbeda, selalu bertemu pada satu titik yang dinamakan lelah.
Hinata memang tidak memiliki situasi serumit Sakura, dan ia memang tidak pernah berniat ada dalam situasi yang membuatnya sakit kepala.
Selama ini, pertengkarannya dengan Sasuke hanya sejenis pertengkaran meja makan yang ringan.
Lagi, pacarnya itu bukan tipe lelaki yang segan untuk meminta maaf, jika dirinya memang menjadi pihak yang salah.
Beruntung Hinata memiliki pacar sejenis itu.

"Ahh, aku selalu merasa lebih baik disini."

Untuk pertama kalinya sejak kemarin,  Sakura menampilkan senyum lebarnya yang menyenangkan.
Wajahnya yang semula murung perlahan menjadi cerah.
Sakura memang selalu lebih cantik saat sedang bahagia.

"Tentu saja. Alam yang baik, kedamaian yang menenangkan. Dan ini rumah untuk mommy."

Mengerling sambil menolehkan kepalanya, Sakura mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Hinata.

Tidak banyak kendaraan penyumbanh polusi udara yang datang ketempat ini.
Mereka berada dibagian timur, sekitar 28 jam dari pusat kota.
Sebuah desa yang tenang diantara keramaian ibukota.
Ditempat ini pula, ibunya didamaikan.
Setidaknya, dua kali dalam setahun, Hinata akan datang ke zona susah sinyal ini.
Menenangkan diri dan melepas rindu pada mendiang ibunya.

Zona susah sinyal, bisa bayangkan bagaimana kacaunya para lelaki yang sedang panik mencari kedua perempuan itu ?
Tidak banyak yang tau tentang tempat ini, kecuali jika Gaara buka mulut.
Bahkan Naruto saja tidak tau tentang ini, karena Sakura memang tidak ingin memberitahunya.

"Gaara tidak akan bicara, bukan ? Hinata, kau sudah mengatakan padanya agat tidak mengatakan apa-apa ?"

"Tentu saja. Jika Gaara sampai buka mulut, anak nakal itu akan habis ditangan kita."

Menyeringai licik, entah pikiran darimana, mereka bisa berbuat hal semacam ini.
Hinata sudah memperingati Gaara, agar tidak mengatakan apapun, jika Sasuke atau Naruto bertanya tentang keberadaan mereka.
Gaara menyetujuinya, lelaki itu tidak pernah menolak apapun yang diinginkan Hinata dan Sakura.
Sekalipun itu tentang sebuah dosa.
Hinata hanya ingin Sasuke merasakan, bagaimana kepanikannya saat lelaki itu tidak bisa dihubungi.

"Tentu saja. Mereka pikir, kita mudah dihadapi ?"

Setidaknya dalam setahun sekali, Sakura akan mengeluarkan sisinya yang gila seperti ini.
Itu sejenis penyakit tahunan yang sulit dihentikan, dan Hinata juga sering tertular karenanya.

*

Uchiha Sasuke memukul keras pada setir yang berada dibawah jari-jari tangannya.
Memejamkan mata dengan napas memburu, kepalanya bahkan terasa panas, seperti ada asap tebal yang membumbung diatas kepalanya.
Helaan napas yang memberat, kegelisahan yang terasa mencekam dalam dirinya.
Sasuke hampir menghancurkan ruangan karena ulahnya.

"Hinata, dimana kau ? Apa kau berniat membuatku gila ?"

Menggumam dengan frustasi, merasakan denyutan dalam kepalanya.
Hinata tidak bisa dihubungi sejak kemarin, tidak sama sekali, bahkan ponselnya mati.
Terakhir kali Hinata menelponnya, mengatakan bahwa dirinya akan pergi dengan Sakura dan akan sulit dihubungi.
Tapi, bukankah ini keterlaluan ?
Hinata tidak pernah lepas dari ponselnya, seperti menjadikan benda elektronik itu nyawa keduanya.
Dan sekarang, Sasuke pikir jika ini situasi janggal untuk masuk dalam nalarnya.

NUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang