32

2.5K 194 8
                                    

Ada satu hari, dimana Hinata tidak bisa menghubungi Sasuke sama sekali.
Lelaki itu membuatnya sangat khawatir jika sudah seperti itu, bahkan Hinata juga tidak bisa menghubungi teman-temannya yang lain, itu membuatnya semakin frustasi.
Inilah resiko yang harus mereka alami, disaat jarak yang terbentang jauh membuat pikiran mereka sama-sama kacau.

Hinata bahkan membanting ponselnya yang tidak berdosa itu, merasa begitu sesak tiap kali Sasuke tidak bisa dihubungi.
Bukan apa-apa, Hinata hanya merasa khawatir dengan keadaannya.
Bagaimana jika Sasuke terluka, atau bagaimana jika lelaki itu dalam bahaya.
Sudah hampir sebulan lebih sejak kepergiannya, dan Sasuke sering sekali seperti itu, pada akhirnya mereka akan saling mengumpati satu sama lain karena kejengkelan yang sama.
Rasa rindu adalah penyiksa terberatnya, sesuatu yang membuatnya bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Meringkuk diatas ranjangnya, Hinata hanya bisa memandani potret Sasuke yang ada diponselnya, menangis tanpa suara saat merasakan hatinya yang hampa.
Hinat merasa begitu kosong, merasa begitu kurang.
Sekarang, Hinata bisa mengerti perasaan apa yang dirasakan ibunya saat jauh dari ayahnya.
Hinata sudah membaca buku harian ibunya, dimana itu membuatnya menangis saat mengetahui kisahnya.
Hinata merasa takut juga, karena perjalanan yang dilewatinya hampir sama seperti hubungan yang sedang dijalani orangtuanya.

Suara bell yang menyadarkannya, Hinata mengangkat badannya dengan susah payah, mengusap pipinya yang memerah, melangkah dengan gontai menuju bagian depan rumahnya.
Diluar sudah petang, dengan mendung yang menggantung di awang-awang, hampir menumpahkan bahnya.
Berpikir, siapa yang datang disaat senja yang hampir gelap seperti ini.

Raut wajahnya langsung berubah, bibirnya yang terbuka tanpa suara membuat lelaki dihadapannya tersenyum simpul saat melihat reaksi wanitanya.
Uchiha Sasuke berdiri tepat dihadapannya, dengan senyum lembut diwajah lelahnya yang masih sangat tampan.

Lelaki itu memeluknya erat, menghirup aroma yang begitu dirindukannya selama lebih dari sebulan ini.
Tetesan air matanya yang merembes, membasahi kemeja Sasuke dibagian dadanya.
Hinata merasa sangat,,, entahlah, ia harus menyebutnya apa.
Mengusap punggung Hinata yang terasa semakin kecil, menyadari jika kekasihnya memiliki waktu yang tidak baik selama ini.
Pelukannya mengerat, menikmati kehangatan yang begitu dirindukannya.

Membawa masuk tubuh mereka, Hinata bahkan masih tidak bisa mengatakan apapun, perasaannya campur aduk, hingga ia bingung harus mengatakan apa.
Tanpa mengatakan apapun, tatapan Sasuke terkunci dalam kelopak mata yang indah dihadapannya.
Dengan perlahan tapi pasti, Sasuke memajukan wajahnya, melumat bibir Hinata dalam pagutan lembut, menyalurkan berbagai emosinya yang tertunda selama ini.

Hinata memejamkan mata, mengimbangi permainan bibir Sasuke yang selalu membuatnya kelabakan.
Membuat permainan yang lebih panas dari sebelumnya, Sasuke menelusupkan lidahnya memasuki mulut Hinata.
Secara alami, Hinata menyambutnya, menggerakkan lidahnya dengan kaku saat lidah Sasuke mengajaknya untuk saling membelit.

"Eeeungghhh ..." Hinata melenguh saat Sasuke menyesap kuat lidahnya.

Melepaskan ciuman mereka dengan wajah tidak rela, hanya karena kebutuhan oksigen yang membuat Sasuke melepaskan Hinata.
Menatapnya dengan tatapan berkabut penuh gairah, Hinata tersenyum kecil sambil mengatur napasnya yang putus-putus dengan dada naik turun.

"Hinata, aku tidak bisa menahannya."  Geraman dalam suara rendah yang menyiratkan kesakitan.

Hinata tidak mungkin salah paham dengan maksut perkataan itu, tertawa dengan wajah menyenangkan saat melihat tonjolan tak asing dibalik celana linen yang dipakai kekasihnya.
Meraih kepala Sasuke, mencium bibirnya sekilas, Hinata sangat gemas dengan reaksi lelaki itu.

"Lakukan saja," katanya dengan tatapan memprovokasi

Sasuke mengumpat dalam kepalanya, dengan sekali sentakan kuat, menarik Hinata dan memeluk pinggangnya.
Lumatannya terasa begitu menuntut, dengan tubuh Sasuke yang menghimpit Hinata, menjatuhkannya ke sofa panjang ruang tamu dengan hati-hati.

NUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang