23

1.8K 175 5
                                    

Karma instan memang tidak pernah salah sasaran, sangat worth it dan ampuh untuk melumpuhkan lawan.
Hinata menopang dagu dengan telapak tangan, mengamati seorang perempuan bertubuh bongsor dan berkulit hitam yang kini sedang mengemasi barang-barangnya dengan omelan dalam bahasa asing.

Delova mengumpatinya dengan bahasa Jepang yang fasih, membuat perempuan itu menoleh dengan tatapan sangar.
Hinata hanya menatapnya, tanpa berniat mengatakan apapun pada orang asing yang tidak dikenalnya itu.

Sejak hari pertamanya bekerja, hanya perempuan itu yang menunjukkan raut tidak suka atas keberadaannya.
Selalu mencari celah untuk membuat Hinata berada dalam masalah.
Dan baru seminggu disini, Hinata merasa jika ia benar-benar tidak bisa akrab dengan perempuan kulit hitam itu.
Hinata tidak bisa melihat dimana akar masalahnya, atau apa yang pernah dilakukannya hingga membuat perempuan itu setidak suka itu pada dirinya.

"Dia memang selalu iri, Angela. Abaikan saja."

Saat Hinata sedang menggali ingatannya, tentang apa yang mungkin pernah dilakukannya, pernyataan Delova menyadarkannya atas satu hal.
Iri. Perempuan itu hanya iri dengannya, meskipun Hinata hanya pegawai baru disana.
Tidak mengerti dan rasanya tidak penting juga jika Hinata ingin tau, apa yang membuat perempuan itu iri padanya.
Apa karena kulitnya yang seputih susu, atau karena tubuh seksinya ?
Kemungkinan besar itu alasannya.

Melirik tajam Hinata sambil mengacungkan jari tengah, perempuan itu berlalu dengan wajah jengkel, sedikit berdebat dengan Delova sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu ruang divisi.
Menggeleng dengan wajah heran,
Perempuan itu sakit apa ? Pikirnya dengan kening mengernyit dalam.

"Lanjutkan pekerjaanmu."

Menepuk bahu Hinata dengan senyum cerah, Delova kembali ke kubikel kecilnya yang nyaman, berkutat dengan sekumpulan angka dan huruf yang membuat kepalanya pusing.
Hinata mengangguk paham setelahnya, kembali masuk ke kubikelnya sendiri untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang sempat tersendat karena aksi tidak penting perempuan negro itu.
Dalam hati Hinata merasa was-was, bagaimana jika perempuan itu main voodoo untuk membalas dendam nanti ?
Orang negro terkenal dengan boneka santetnya, dan Hinata tidak bisa melepaskan pikiran itu dari kepalanya.

Mengambil ponselnya yang tergeletak disamping buku, mengetikkan pesan didalam grup chat yang berisikan Sasuke, Gaara, Ino, Naruto, Sakura dan Hinata sendiri.

"Siapapun yang memiliki kenalan dukun, tolong antarkan aku kesana !!"

Menyentuh tanda kirim, Hinata menghela napas dengan kuat, meletakkan ponselnya untuk kembali pada komputernya.
Hatake Kakashi berdiri didekat pintu ruang devisi, tatapannya menyisir seluruh kubikel yang hampir semuanya diisi oleh pemiliknya.
Memasukkan telapak tangan didalam saku celana, berdiri dengan wajah datar dan tatapan tajam yang awas, lelaki itu hanya ingin memastikan jika perempuan kulit hitam itu sudah keluar dari perusahaan.
Sekaligus ingin melihat, apa Hinata terlibat perkelahian dengan perempuan itu atau tidak.

Bukan salah Hinata, jika pada akhirnya mereka harus terlibat sebuah perkelahian, atau paling tidak cek cok mulut.
Hinata hanya menjelaskan kesalahan apa yang dilakukan perempuan itu, dimana mereka harus dibuat pusing karena kontrak slot iklan yang mendadak hilang.
Itu bukan perkara mudah, karena kerjasama itu memakan biaya yang cukup besar.
Perempuan itu sangat ceroboh, hingga membuatnya tercampur dalam mesin penghancur kertas, disini Hinata yang harus menanggung semua akibat karena sesuatu yang bukan menjadi bagian dari kesalahannya.
Itu sebabnya ia melaporkan hal itu pada Kakashi, membuat lelaki itu mengamuk dan berakhir dengan memecat perempuan itu.

Hatake Kakashi menampilkan senyum miringnya yang sangat jarang dikeluarkan, bahkan wajahnya hampir selalu tanpa ekspresi dan datar, dengan tatapan tajam yang pasti bisa membuat seorang bayi menangis saat melihatnya.
Mengamati Hinata yang nampak kerepotan dengan berbagai kertas dimejanya, sebelum berlalu darisana tanpa mengatakan apapun pada siapapun.
Kakashi melupakan satu hal, membuatnya harus kembali kesana, mengeluarkan ponselnya dan memotret Hinata diam-diam.
Jangan salah paham, itu bukan untuknya, tapi Neji yang memintanya untuk melakukan itu.
Selesai, pikirnya dengan tampang puas.

NUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang