Malam minggu seharusnya menjadi hal yang menyenangkan bagi setiap insan yang hidup di era yang sudah maju. Bulatan yang penuh dari bulan memancarkan cahaya yang cukup terang malam itu. Siapapun yang melihatnya, sudah dapat memastikan jika cuaca sedang bagus.
Sam—lelaki bernama lengkap Samsu Salam berusia 23 tahun memangku dagu dengan kedua tangannya pada tralis besi di balkon rumah kost. Ia menatap bulan cukup lama, dan berhenti setelah terdengar dering telpon dari dalam ruang kostnya. Sam segera masuk ke dalam kamar.
Sam mengambil ponselnya. Ia menatap layar ponselnya tanpa semangat.
Tap!
“Halo!” ucap Sam begitu telpon tersambung.
“Sam, kau di mana?" ucap seseorang di balik telpon terdengar samar.
“Ada apa?” jawabnya datar.
“Ayolah, kau pasti mengurung diri lagi kan di kosan?”
Sam tidak lekas menjawabnya. Pusat matanya melirik pada jam kecil yang tersimpan di atas nakas. Waktu menunjukan pukul delapan malam. Masih belum larut sepertinya jika dia keluar hanya sekadar jalan-jalan, atau melepas penat dari rutinitas pekerjaannya. Itu yang terpatri dalam benak Sam saat itu.
“Sam!”
Suara lawan bicara di balik telpon membuyarkan lamunannya.
“Ah ... iya. Aku sedang tidak ingin keluar, Bi,” ucap Sam.
“Ada Maya di sini,” kata lawan bicaranya, meyakinkan.
Sam tertegun demi mendengar nama itu. Maya, perempuan yang menjadi dambaan hati Sam sejak ia pertama kali masuk kerja. Berambut panjang lurus dengan wajah yang sangat manis. Sama-sama berasal dari Sunda, Sam tampak tertarik dengan Maya.
“Ah ... Begitu ya, Bi.”
“Apa mau aku berikan telponnya pada Maya?”
“Tidak usah ... Emmm maksudku. Ya sudah aku kesana sekarang.”
“Haha. Di kafe biasa ya.”
Tuut!
Belum sempat Sam menjawabnya, telpon sudah berakhir. Lawan bicaranya yang mengakhiri percakapan. Masih dalam genggaman, ia tersenyum simpul menatap layar mati ponselnya kini.
Sepatu merah dengan celana soft jeans yang ia kenakan malam itu cukup membuatnya percaya diri tampil dihadapan Maya, sang pujaan hatinya.
****
Kafe Rajawali
Sekumpulan muda-mudi tengah menikmati kopi panas, ditambah hidangan kentang goreng hangat tersaji di atas meja mereka. Empat perempuan dan tiga laki-laki terlihat asik dengan perbincangan malam di sana.“Oh iya, by the way, orang-orang di sini tentu akan berpikiran jika kita adalah sekumpulan orang pacaran?” kata seorang pria dalam kumpulan itu.
“Hahaha, aku sama Rizal saja mungkin,” sahut perempuan berambut sebahu.
“Dan aku bersama Fely,” timpal pria itu lagi dengan percaya diri.
“Apaan sih! Seperti anak kecil tau,” ujar perempuan yang dipanggil Fely itu.
“Tau nih si Asep,” kata lelaki bernama Rizal di sana.
“Dih, Zal, kebiasaan kau memanggilku dengan nama itu,” ketus si pria itu.
‘Hahaha ...’
KAMU SEDANG MEMBACA
Napak Tilas
HorrorNapak Tilas: sisi mistis tanah sunda Ada satu cerita tentang sebuah perjalanan yang dilakukan oleh delapan muda-mudi dari Ibu Kota Jakarta, menuju sebuah desa Wangunreja, di Kabupaten Sukabumi. Mereka beranggotakan 4 laki-laki, dan 4 perempuan. Ini...