Daun-daun nampak basah oleh embun pagi. Kicauan burung terdengar lebih nyaring pagi ini. Tidak seperti pada pagi yang biasanya. Suasana terlihat lebih tentram.
Ujang masih nampak tertidur di luar tenda. Hanya beralas matras hitam yang tipis bekas tim berkumpul semalam. Ujang menutupi seluruh tubuhnya hanya dengan sarung, kecuali bagian wajah. Masih ada upluk hitam yang ia kenakan disana.
Abu bekas api unggun semalam telah menghitam. Benda apapun masih terserak di luar tenda. Nampak berantakan.
Di dalam tenda yang cukup luas, Iyan, dan Guntur masih tertidur saling bertopang kaki. Jarsip, dan Hasbi tengah saling peluk di paling sudut tenda. Di sudut lainnya ada Sisil. Ada beberapa tumpukan tas yang di gunakan sebagai batas tidur di samping Sisil.
Emmmmhhh
Jarsip bergumam. Mulutnya kumat-kamit seperti tengah memakan sesuatu.
Hasbi mulai membuka sedikit matanya. Menyipit.
“Ih ...” gumam Hasbi. Terkejut mendapati wajah Jarsip sangat dekat dengan wajahnya.
Hasbi bangkit.
Ia keluar tenda. Menghirup udara pagi, dan seketika menyadari Ujang masih tertidur disana. Hasbi pergi menuju semak yang tidak jauh dari tenda. Dia buang air kecil disana.
Ujang mulai membuka matanya. Ia mengangkat kepalanya, memperhatikan Hasbi.
“Hey! Kamu teh ngapain?” ucapnya.
Hasbi menoleh.
“Ah, aku sedang kencing,” sahut Hasbi sedikit terkejut.
“Kamu numpang-numpang dulu engga. Jangan kencing sembarangan.”
Hasbi mengangguk. Ia menyelesaikan aksinya.
Ujang mulai bangkit. Kini ia duduk di matras hitam itu. Tampilannya nampak seperti tukang kebun, atau penjaga vila dengan upluk di kepalanya itu. Ditambah sarung yang kini ia sorenkan di pundaknya.
Hasbi menghampiri Ujang. Ujang memperhatikannya.
“Pagi ini cuacanya cukup bagus,” ucap Hasbi memulai perbincangan.
Ujang tidak menggubris. Ia berdiri. Masuk ke dalam tenda, membangunkan teman-temannya yang masih tertidur.
Hasbi memperhatikannya.
“Hudang hudang, geus beurang hey.” (bangun bangun, sudah siang)
Terdengar suara Ujang yang sedang membangunkan teman-temannya dari dalam tenda.
Entah jam berapa pagi itu. Hasbi menyapu pandang seisi hutan lebat di pagi hari. Pandangannya belum sepenuhnya jelas. Masih ada sedikit kabut yang menutupi jarak pandang.
Sisil keluar tenda membawa sebotol air. Ia melirik Hasbi sesaat. Hasbi balas memperhatikannya. Sisil berjalan ke samping tenda, bergegas ia mencuci muka.
Selesai dengan aksinya, Sisil melemparkan sebotol air itu pada Hasbi.
“Minum lah,” ucapnya.
Hasbi memperhatikannya. Sisil kembali masuk ke dalam tenda.
Saat itu semua keluar dari tenda.
“Bisa bantu aku mencari sesuatu yang bisa di bakar?” ucap Guntur pada Hasbi.
Hasbi tidak lantas menggubris. Masih terlihat kikuk, ia berdiri.
“Ini...” seraya Guntur memberikan Golok milik Jarsip pada Hasbi. “Pakai golokmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Napak Tilas
TerrorNapak Tilas: sisi mistis tanah sunda Ada satu cerita tentang sebuah perjalanan yang dilakukan oleh delapan muda-mudi dari Ibu Kota Jakarta, menuju sebuah desa Wangunreja, di Kabupaten Sukabumi. Mereka beranggotakan 4 laki-laki, dan 4 perempuan. Ini...