Part 15: Api Lainnya

209 20 1
                                    

   Malam terasa semakin mencekam jika menyadari hanya berdua saja di dalam hutan. Langkah kaki Jarsip dan Hasbi yang menggesek semak menjadi irama yang tidak cukup enak untuk di dengar kala sunyi dalam hutan, terlebih malam seperti itu. Mencoba bersiul, atau membuka suara pun, rasanya akan semakin takut jika ada sesuatu lain yang akan mereka dengar. Tapi diam saja pun sama saja, toh bukannya akan lebih menyeramkan jika mungkin akan terdengar suara-suara bisikan lirih?

Lampu senter untuk setiap orang dalam tim memang membawanya secara pribadi masing-masing. Beruntung saja, di malam ke tiga yang mereka temui sampai disini, lampu senter mereka masih kuat menyala.

   Sreeett!!

   Tiba-tiba, Jarsip yang berjalan di depan Hasbi berhenti. Ia langsung mematikan lampu senternya.

   “Matikan sentermu!” ucapnya kemudian.

   Hasbi merespon cepat perintah Jarsip.

   “Ada apa?” tanya Hasbi tidak mengerti.

   “Lihat, ada api unggun disana,” tunjuk Jarsip ke arah depan.

   “Api unggun terlihat remang dari kejauhan.

   “Apa itu mereka?” tebak Hasbi.

   “Mungkin, atau bisa saja bukan.”

   “Maksudmu, ada penjelajah lain disini?”

   Jarsip melirik. “Kita akan pastikan.”

   “Kau ini aneh, Jas.”

   “Kenapa?”

   “Mengapa kita harus mewaspadai hal ini? Seolah-olah kita sedang menghadapi bahaya di depan sana.”

   “Kita tidak tahu siapa disana.”

   “Siapapun. Bukan kah itu bagus jika ada kelompok lain disini? Kita butuh orang. Butuh manusia.”

   “Kau tidak pernah dengar film the blair witch project? Dimana sebuah hutan menjadi peran utama, dan manusia sebaik apapun adalah musuh mereka. Bagaimana jika api disana adalah jebakan hutan? Atau, mungkin pancingan mereka?”

   “Kau terlalu parno.”

   “Apa yang kau pahami setelah banyak kejadian yang kita alami selama disini? Sudahkah itu menjadi jawaban?”

   Hasbi bergeming.

   “Tetap waspada. Perlahan kita pastikan, apa, atau siapa disana,” lanjut Jarsip.

   Hasbi mengikuti saran Jarsip. Mereka melangkah secara pelan dengan kondisi gelap. Titik pandangan mereka hanya fokus pada api unggun yang menyala tidak terlalu jauh di depan mereka, juga tidak terlalu dekat.

   “Aku tidak bisa melihat,” bisik Hasbi.

   “Sebentar lagi. Sedikit cahaya bulan malam ini harusnya dapat membantumu berjalan.”

   Melangkah dengan sangat hati-hati, lalu memastikan api unggun itu tinggal berjarak beberapa meter lagi. Begitu seterusnya yang Jarsip lakukan. Sementara Hasbi mengikuti langkah jejak kaki Jarsip di depannya.

   “Jangan terlalu terburu-buru. Aku takut menginjak lubang,” keluh Hasbi.

   “Sssssttt....”

   Creeekk

   Lampu senter milik Hasbi di nyalakan, dan ia mengarahkannya ke tanah.

   Jarsip menoleh.

   “Matikan!” bisiknya menekan.

   “Aku mengarahkannya ke tanah.”

   Jarsip mengalihkan pandangannya lagi pada api unggun.

Napak TilasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang