Part 44: Sisi Tergelap Maya

61 6 2
                                    

    Hutan itu masih menciptakan suasana-suasana mencekam kala pagi-pagi segera datang. Asap tipis-tipis muncul dari setiap sudut, tanpa dapat dijelaskan berasal dari mana. Tampak seperti asap sisa sesuatu yang sudah terbakar. Abu-abu, terbang pelan ke langit-langit.

    Bruugh brugh srekk!!

    Langkah kaki yang ringan berlari-lari kecil sedikit kerepotan. Detak jantung terdengar melambat. Maya; digendongkan sebelah pundak oleh sosok laki-laki berusia sekitar 40 tahun. Maya tidak sadarkan diri. Rambutnya yang panjang terurai ke bawah. Kedua tangannya demikian serupa.

Laki-laki itu sesekali berhenti, tampak menyisir sekitar. Tidak lama melangkah lagi. Maya tampak seperti sesuatu yang tidak punya daging, dan tulang di pundak laki-laki itu. Laki-laki itu bahkan tampak ringan berlari-lari kecil.

Laki-laki itu kembali berhenti, dan menyisir sekitar. Tidak lama kembali berlari, begitu seterusnya, sampai pada akhirnya ia menemukan suatu tempat yang sepertinya ia inginkan.

    Laki-laki itu menoleh kiri, kanan, memperhatikan sekeliling, sebelum menurunkan Maya.

    Sreekk

    Maya disandarkan pada sebuah batu besar.

    “Eeemmmmhh ...” rintih Maya.

    Kriik krretek krretek

    Samar terdengar bunyi suara langkah prajurit lagi. Laki-laki itu menoleh ke belakang. Tanpa berpikir lama segera menggendong Maya lagi, bergegas pergi.

    Sreek sreekk sreek ...

    Langkah kakinya menyeret banyak dedaunan gugur di bawah sana—sisa angin besar tadi. Laki-laki itu terus berlarian kecil sembari menyisir sekitar—tampak menghindari aden-aden prajurit itu. Tapi tampaknya suara-suara geraman mereka tidak hilang sedikitpun. Laki-laki itu terlihat ketakutan juga.

    Sampai di suatu tempat akhirnya langkah ia berhenti. Dua orang sudah menghadang jalannya di depan sana. Di belakang punggung dua orang itu terdapat sedikit cahaya yang datang entah dari mana. Berikut asap-asap tipis serupa kabut berwarna abu-abu masih berselimut di arah sana, membuat dua orang itu berwujud bayang-bayang hitam saja—remang. Hanya menyisakan janggutnya yang panjang serta rambutnya yang sama demikian. Belum terlihat jelas wajah dari keduanya. Laki-laki yang menggendong Maya di pundaknya mendelik mendapati dua orang itu.

Laki-laki itu mundur satu langkah sembari mewaspadai pergerakan dua orang di depannya. Ia berbalik badan, namun sudah terdapat puluhan sosok prajurit aden-aden berdiam berdiri mematung dengan mata mereka merah menyala.

    “Kami bisa bebaskan kamu dari tubuh gadis itu jika kau mau. Jangan naif,” ucap salah satu dari orang itu.

    Laki-laki yang menggendong Maya tidak menggubris. Ia masih membelakangi dua orang itu. Masih menghadap pada para prajurit aden-aden itu.

    “Bagaimana? Biarkan saja,” kata orang satunya lagi. Terdengar dari suaranya yang berbeda.

    Laki-laki yang menggendong Maya lantas berbalik badan, menghadap pada dua orang itu. Hening beberapa detik. Pelan-pelan, dua orang itu tampak melangkah. Selangkah demi selangkah, terlihatlah akhirnya wajah dari keduanya.

Ternyata mereka persis orang-orang dari teman Bah Ja'i—dalam kilasan Bah Ja'i sebelumnya. Penerawangan (Part 28: Mencapai Titik Akibat). Kedua orang itu rekan setingkat Bah Ja'i dalam upaya perencanaan yang belum terungkap. Maka sudah terjawab, jika dua sosok orang di hadapan laki-laki itu adalah Maden, maka Bah Ja'i pula bagian sosok dari kaum mereka. Mereka kini berhadapan dengan laki-laki yang menggendong Maya.

Napak TilasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang