Part 20: Ungkapkan dan Bicaralah

162 13 0
                                    

   Hasbi memicing. Ia nampak memperhatikan sesuatu dari kejauhan. Seluruh badannya masih terendam air sungai kecil yang cukup tenang. Sementara Jarsip sibuk menggosok kedua kakinya dengan batu di tepian sungai. Tidak nampak Sisil di dekat mereka kini.

   “Jas!” panggil Hasbi tanpa menoleh.

   Jarsip melirik, tangannya masih sibuk menggosok. Ia terdiam sesaat menunggu apa yang akan Hasbi katakan. “Kau lihat apa?” ujarnya kemudian.

   Hasbi menoleh. Ia melambai pada Jarsip. Yang di lambai hanya mengerutkan dahi.

   Jarsip menghampiri Hasbi.

   Posisi mereka kini tepat di ujung air terjun yang kecil. Itu sangat pendek. Kurang cocok jika disebut air terjun. Ada batuan karang yang menahan tubuh mereka dari batas itu. Dan gelagat mereka berdua nampak sedang mengintip sesuatu. Hasbi menunjuk apa yang sedari tadi ia lihat. Lalu Jarsip mengarahkan pandangannya pada sesuatu yang di tunjuk.

   Jarsip ikut memicing. “Apa itu?”

   “Air ini menuju ke sana,” ucap Hasbi.

   Jarsip memperhatikan Hasbi—tidak paham. Dahinya berkerut.

   Hasbi balas melirik. Kini mereka saling tatap.

   “Kau tidak paham maksudku?” ujar Hasbi.

   Jarsip menggeleng satu kali. Keningnya tetap berkerut.

   “Hey! ... Kita harus pulang, Jas.”

   “Kau mau kita mengikuti aliran sungai ini sebagai penunjuk jalan?” ucap Jarsip.

   “Nah ...” balas Hasbi menunjuk-nunjuk wajah Jarsip.

   Jarsip kembali mengarahkan pandangannya pada arah yang ditunjuk Hasbi. Itu sebuah goa. Aliran sungai itu menuju pada sebuah goa.

   “Kenapa?” tanya Hasbi karena mengamati Jarsip bergeming.

   Jarsip tanpa melirik mengangguk-angguk kecil. Sesaat kemudian ia menatap Hasbi. “Bergegas sekarang.”

   Jarsip bangkit. Penuh semangat Hasbi pun ikut berdiri. Tersenyum menatap ke bawah sana. Tepat pada sebuah batas aliran sungai itu. Sebuah goa.

  Entah apa yang mereka rencanakan kini. Aliran sungai itu berakhir masuk pada sebuah goa yang tidak terlalu besar nampaknya. Apakah mereka akan mengikuti aliran sungai, dan berjalan di atas permukaan goa, atau mungkin di sisi kanan, dan kirinya? Arah mana yang akan mereka ambil? Namun itu pasti sia-sia. Aliran sungai dari dalam goa tidak akan bisa mereka lihat lagi jika tujuannya untuk sebagai penunjuk jalan. Bahkan di dengar sekalipun, itu tidak mungkin.

****


   Di sisi lain, Iyan, Ujang, dan Guntur tengah hampir selesai menghabiskan makanan mereka di sana. Ada tiga hidangan makanan utuh yang mereka sajikan di atas daun besar yang mirip daun talas. Sudah dapat di pastikan itu untuk Sisil, Jarsip, dan Hasbi.

Beberapa saat kemudian terdengar samar Sisil menggerutu, sampai membuat mereka berhenti mengunyah, dan saling pandang.

   Mereka menoleh ke sumber suara.

   Sisil yang berjalan ke arah tenda, di ikuti Jarsip, dan Hasbi di belakangnya, terus ngomel-ngomel.

   Iyan bangkit. “Eh ... Kunaon maneh, Sil?” (Kamu kenapa, Sil)

   “Tanya tah budak dua teuing mangrupa naon pikirana. Arek indit cenah teu nunuhun pisan!” (tanya saja mereka berdua entah apa yang mereka pikirkan. Mereka mau pergi, tidak ada rasa terima kasih sama sekali) Sisil mengomel. Lantas ia masuk ke dalam tenda.

Napak TilasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang