#Episode 16

21 31 0
                                    

Tentu saja, Afkar diam bukan berarti tidak mendengarkan semua saran mereka. Justru Afkar sedang berfikir keras apa yang harus dia lakukan untuk mempertahankan perasaannya saat ini. Sampai nanti dia ungkapkan secara langsung di hadapan Felly.

Sedangkan sekarang, ada Kenzo yang selalu mencoba mendekati Felly. Bukan apa, hanya saja dia selalu mencoba membuat hantinya panas, seperti sengaja memancing emosinya.

Selang beberapa menit, bel masuk telah berbunyi semua siswa memasuki kelas, bersiap siap memenuhi otak untuk fokus mendengarkan dan memperhatikan materi yang akan guru sampaikan.

Kebetulan hari ini guru yang mengajar adalah Bu Desi, Guru yang menurut siswa kelas 11 Ips 4 ini sangat Killer, tegas, dan kebangetan disiplinnya. Kenapa? Kerena hanya Bu Desi yang datang paling awal setelah bel masuk berhenti berdering. Luar biasa.

"Selamat pagi anak anak." Sapa Bu Desi yang baru saja datang setelah bel berbunyi.

"Pagi bu.." Serentak seluruh kelas bersamaan, tapi terlihat jelas raut wajah mereka yang sangat amat males dengan pelajaran Guru yang satu ini. Pelajaran yang benar benar membuat otak muser gak jalan jalan, perut keroncongan, mata keleyengan, dan satu lagi yang paling sering terjadi di kelas ini.

Banyak siswa yang sering ketiduran di kelas saat pelajaran matematika berlangsung.
Terkadang sering bingung, kenapa wali kelas mereka harus Bu Desi, guru matematika yang jelas jurusan Ipa bukan Ips. Kenapa gak Guru sejarah atau geografi yang menjadi wali kelas mereka. Apa mungkin sudah gak kebagian Wali kelas ya. Masa, kan Guru di sekolah ini hampir ada 50 lebih.

"Afkar, Riza, Ahzam dan Erfan, bagaimana, apa kalian sudah belajar matematika, karena sebentar lagi akan UAS jadi Ibu harapkan kalian sudah matang menghadapi UAS nanti." Bu Desi membenarkan kacamatanya yang sedikit miring.

"Udah dong buu." Serentak mereka menjawab.

"Kan, kita anak anak rajin ya gak curut." Celetuk Erfan merangkul Ahzam di sampingnya.

"Yoii nyet, Pokonya Ibu tenang aja kita kita yang ganteng ini pasti bakalan dapat nilai bagus." Ahzam menyaut. Bu Desi menarik napasnya kasar. Sudah biasa menghadapi ke empat siswa yang satu ini. Udah empat satu lagi.

"Okeh, kalau gitu sekarang buka buku kalian kita mulai belajar." Perintah Bu Desi. Semua murid membuka buku matematika tanpa ada satu kata pun yang di lontarkan.
                               *****
Kali ini, Felly, Mona dan Airin tidak memanfaatkan waktu istirahatnya di kantin. Hanya berjalan mengitari setiap koridor sekolah, melewati setiap kelas yang sepi hanya beberapa siswa yang setia stay di kelas. Entah apa yang mereka lakukan yang jelas kali ini mereka benar benar sedang malas pergi kekantin. Kenapa? Karena kantin di penuhi oleh lautan manusia, membuat mereka malas berdesakan, saling menyenggol, malah terkadang tabrakan dengan siswa lain yang ada di kantin.

Walaupun sebenarnya perut mereka sudah demo ingin segera di isi, tapi apa boleh buat hanya sabar dan menunggu waktu. Menunggu istirahat kedua atau pulang sekolah jika di jam istirahat kedua masih tetap penuh. Dan itu salah satu penyebab berkurangnya konsentrasi saat belajar.

Satu lagi, yang membuat mereka amat sangat malas, ketika harus bertemu nenek lampir yang cempreng dan kelewatan bawelnya kayak kaleng rombeng. Siapa lagi kalau bukan Terry and the geng. "Minggir, gue mau lewat." Dengan pedenya Terry menyuruh mereka minggir. Siapa dia nyuruh nyuruh.

"Woy! lo gak liat jalan masih lega, kenapa lo harus lewat sini." Entah mengapa setiap Mona berurusan dengan Terry rasanya darahnya mendidih ingin mengeluarkan api yang bergejolak.

"Terserah gue dong mau lewat mana aja, lagian kan ini itu jalan umum siapa aja berhak dong lewat sini." Terry melipatkan kedua tangannya di atas dada.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang