#Episode 07

66 48 0
                                    

Melihat wajah Felly yang memerah ingin rasanya Afkar tertawa lepas dengan tingkahnya yang salthing. Hatinya menggerutu ingin tertawa tapi sebisa mungkin dia tahan. "Kalo lagi salthing lucu juga." batinnya.

"Udah salthing nya? kalo udah kita pulang sekarang." Afkar bangkit dari tempat duduknya.

Perkataannya barusan membuat mata Felly melotot dan mematung tak percaya. Apa yang Afkar katakan barusan Felly salthing?  Oh my god seratus.

Felly menatap jalanan yang mulai sepi, mata nya terus tertuju pada pohon dan bangunan yang berjejer di jalanan yang mereka lewati. Hening sejenak. Sepanjang perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan sampai akhirnya Felly tersadar motor yang mereka tumpangi tiba tiba berhenti mendadak.

"Kenapa? Kenapa kita berhenti?" Tanyanya penasaran. Afkar melepaskan helmet dan menyimpannya di atas motor lalu turun diikuti oleh Felly.

"Motornya kenapa?" Felly kembali bertanya sedangkan yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya.

"Kayaknya mogok." Ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mogok? Trus sekarang kita gimana?"

"Kita harus cari bengkel."

"Tapi kan bengkel jauh banget dari sini." Keluh Felly mulai merasa cemas

"Mau gimana lagi, sekarang kita dorong motornya sampai ke bengkel." Felly berdecak sebal. Sepertinya sekarang memang hari sialnya. Giliran ada yang anterin pulang malah motornya mogok. Sial

Afkar mendorong motor besarnya sendirian dengan helmet yang dia gantungkan di tangan kirinya. Felly yang tidak tega melihat Afkar mendorong motor sendirian akhirnya memutuskan untuk membatu Afkar mendorong.

"Ngapain lo dorong motor?" Afkar menengok ke arah Felly

"Ya bantuin lo lah gimana sih!" Decak Felly sambil membantu mendorong motor.

"Gak usah." Afkar menolak bantuan Felly

"Udah gak papa, lagian kasian lo dorong motor sendirian, lagian gue juga gak enak sama lo udah di kasih tumpangan masa gue cuma liatin lo doang sih." Afkar menatap mata Felly, tidak ada kebohongan, yang dia lihat hanyalah tatapan ketulusan.

"Bukan gitu, kan tangan lo lagi sakit gue gak mau nanti tangan lo makin sakit." Felly menatap Afkar penuh tulus tanpa berkedip.

Dia tidak percaya seorang Afkar Reister yang banyak di kagumi cewek cewek si sekolah ternyata mempunyai hati yang tulus. "Lo kenapa liatin gue kayak gitu?" Afkar mengerutkan dahinya heran dengan tatapan mata Felly yang tidak bisa diartikan. "Gak papa." Felly berusaha untuk tetap bersikap biasa.

Dari pada Afkar berfikir yang nggak nggak. Mau di taro dimana mukanya. Ujung Monas.

Usaha mereka mendorong motor tidak sia sia. Setelah keringat bercucuran akhirnya mereka menemukan bengkel di pinggir jalan yang tidak jauh dengan pangkal ojek. Mereka menunggu cukup lama sampai hari pun menjelang sore.
                              *****
Afkar tiba di rumahnya larut malam. Dia memasukan motor kesayangannya kedalam bagasi. Dia melihat mobil Hitam dan Putih yang sering di pakai orang tuanya kerja sudah stand by di dalam bagasi. Sepertinya kali ini papah sama mamah nya pulang lebih awal. Afkar tersenyum ketika melihat mobil kedua orang tuanya sudah ada di bagasi. Itu artinya mereka sudah pulang. Ada kesempatan Afkar untuk berbicara dengan mereka.

Afkar memasuki rumahnya yang terbilang mewah.Tapi menurut Afkar kemewahan dan kekayaan tidak menjamin kebahagiaannya.Terlihat kedua orang tuanya sedang di ruang tamu dengan segala perlengkapan kerja yang mereka fokus kan.

Afkar duduk menghampiri mereka. Namun yang di hampiri tetap sibuk dengan pekerjaan masing masing, tanpa menoleh ke arah Afkar.

"Mah, Pah." Panggil Afkar pada Meli dan Bagas yang sibuk dengan pekerjaan. "Iya sayang." Meli menyaut panggilan Afkar tapi tidak membuatnya menoleh sedikitpun.

"Besok disekolah ada rapat orang tua, Mamah sama Papah bisa kan datang." Afkar sangat berharap kali ini kedua orang tuanya bisa datang mengahadiri acara rapat di sekolahnya.

Meli dan Bagas menoleh. Mereka saling menatap. "Maaf sayang Mamah gak bisa, besok Mamah harus keluar kota ada pekerjaan penting."

"Papah juga gak bisa besok papah ada proyek yang sangat besar, jadi gak bisa di tinggal." Ada kekecewaan dalam mata Afkar. Sudah dia duga akan jadi seperti ini.

"Kali ini aja Mah, Pah. Afkar mohon." Harapan yang sangat besar. Afkar berharap kali ini oramg tuanya mau memenuhi permintaanya.

"Mamah sama Papah bener bener gak bisa, pekerjaan ini gak boleh di tinggalin. Gimana kalo Bi Minah aja yang mewakili kita." Kata kata Meli barusan mampu membuat hati Afkar berasa di gerogoti ribuan virus.

Ingin rasa nya Afkar menangis namun masih tetap dia tahan. Afkar pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya dengan hati penuh kekecewaan yang sangat dalam. Afkar membanting tasnya di atas kasur. Dia berteriak sangat keras mengeluarkan emosi yang menggebu di hatinya.

"Gue gak butuh kekayaan! gue gak butuh kemewahan! gue gak butuh semuanya!!" Afkar berteriak frustasi, mengacak rambutnya hingga berantakan.

Untung kamarnya ada di lantai dua, jadi kemungkinan besar tidak terdengar oleh orangtuanya.
Sedangkan di balik pintu kamar Afkar, Bi Minah melihat Afkar yang sangat hancur dan terpuruk, dia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Tidak terasa air matanya mengalir deras di pipinya. Dia tidak sanggup melihat Afkar yang menderita karena kurang kasih sayang dari orang tuanya. Selama ini dia yang sudah membesarkan nya, memberinya kasih sayang seperti anaknya sendiri.

Betapa pilunya kehidupan Afkar, kehidupan mewah dan harta yang melimpah membuat orang tuanya sibuk dan lupa akan kasih sayang pada anak semata wayangnya.

#Happy reading...

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang