Bagian 19 | Kita yang Saling Merasakan ✓

88 18 0
                                    

Sorry for typo
~ Happy reading ~

"Bukan suatu khayalan untuk dapat mengubah manusia. Karena manusia dapat berubah karena dua hal, yaitu; waktu dan pengalaman."
~Twin's

Shana paling benci rumah sakit. Bukan karena alasan tidak menyukai obat-obatan. Hanya saja, bagi Shana, rumah sakit adalah tempat paling menyebalkan yang pernah dia temui. Banyak orang yang berduka di sini. Banyak tangis dan ratapan kesedihan.

Vonis dokter menjadi lumrah yang membuat banyak keluarga pasien cukup tertekan, tak ayal. Meskipun rumah sakit dapat menyelamatkan pasien, tapi tetap saja sebuah vonis yang diberikan oleh dokter membuatnya sebal.

Padahal yang menentukan kehidupan atau kematian adalah Tuhan, dokter hanya memberitahukan kemungkinan terburuknya saja. Tapi masih tetap menjadi malapetaka yang menyeramkan bagi keluarga pasien.

Setelah menuruti permintaan dari neneknya, akhirnya Shana diharuskan menjalankan rawat inap. Mengingat tekanan darahnya yang kurang dari 90/70 mmhg serta suhu tubuhnya di bawah normal. Dokter Celio Al-Lazuardi-dokter yang sudah tiga tahun terakhir ini menjadi dokter yang menangani penyakitnya-menyarankan agar dirinya dirawat di rumah sakit, agar mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Belum lagi pernyataan tertulis bahwa Shana harus mengkonsumsi banyak sekali obat-obatan antibiotik dan mengikuti serangkaian terapi suportif karena penyakitnya ini.

Menyebalkan. Shana harus terpaksa berbaring di ranjang ini selama beberapa hari ke depan. Itu pasti akan membuatnya mati bosan. Meskipun belum genap satu tahun dirinya bersekolah reguler, tapi itu cukup seru dan .... repot. Tapi Shana rasa, kegiatan di sekolah akan lebih membuatnya merasa hidup, dibandingkan harus kebosanan karena berdiam diri di rumah sakit.

Shana mendengkus kesal. Mendadak saja hatinya merasa berdesir hebat. Padahal Shana sedang berdiam diri sambil memandang ke arah jendela. Netranya mengerjap pelan saat dia merasakan pipinya terasa merona, Shana mengerti perasaan yang dia rasakan. Ini diperkuat dengan jantungnya yang tiba-tiba berpacu cepat. Ini bukan perasaan miliknya!

Shana berusaha untuk tidak memperdulikan perasaan yang bukan miliknya tersebut, dia mengalihkannya dengan membuka sebuah akun sosial media untuk menghilangkan rasa jenuhnya.

"Padahal belum genap satu jam gue di sini, tapi rasanya kaya mau langsung kabur aja."

Tangannya bergerak terus menggulir setiap artikel ataupun perihal lain yang ada di berandanya. Sesaat, Shana merasakan bagian bawah ulu hatinya terasa sakit. Bukan karena penyakitnya, tapi karena perasaan tidak suka ketika dirinya melihat unggahan dari akun Instagram Naya yang men-tag akun seseorang yang membuat Shana penasaran.

Tangan lentiknya dengan lincah mengetikan nama pada kolom pencarian. Saat akun milik seseorang itu berhasil Shana temukan, Shana menghela napas lega. Setidaknya orang itu tidak seperti adiknya. Shana merasa heran terhadap dirinya sendiri, dia sedang terbaring di brankar rumah sakit dan tidak sedang menikmati momen bersama orang yang dikasihinya, tapi kenapa perasaan yang Shana yakini milik Naya harus dicampuradukan dengan perasaan miliknya?

Shana mencoba memastikannya dengan menggulirkan postingan Naya yang baru saja diunggahnya lima menit yang lalu. Potret gambar yang diambil secara full shot memberikan kesan agar kita dapat melihat banyak objek yang memenuhi frame pada foto tersebut. Banyaknya orang-orang yang memakai baju tegi dengan berbagai warna sabuk dan dojo yang baru saja Shana lihat, membuat perasaan sesak itu semakin kentara.

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang