Bagian 31 | Praduga ✓

70 16 0
                                    

Sorry for typo
~Happy reading~

"Menyalahkan takdir adalah bentuk penyesalan pada usaha yang selama ini kau anggap sia-sia."
~Twin's

Masih dengan napas yang tersenggal, akhirnya Ziyad dapat menetralkan sedikit ritme jantungnya menjadi lebih normal. Dia paling menyesalkan kejadian seperti ini harus kembali dialaminya. Padahal sudah dari bulan-bulan yang lalu, penyakit ini tidak datang kembali. Meskipun waktu itu Ziyad tergores tangannya. 

Ryuga adalah salah satu dari sekian orang yang dapat Ziyad percaya. Oleh karena itu, Ziyad mengambil gawai kembali untuk menelepon Ryuga.

"Ryu, lo di mana?" tanyanya to the point.

Saat terdengar suara bising dari jalan, Ziyad yakin bahwa pemuda itu sedang ada di tempat yang dekat dengan jalan raya. Bagus.

"Bisa tolong ke sini?" bisiknya.

"Suara lo kenapa? Oh—"

"Cepet! Bawa juga obat yang diresepin sama Ayah lo!" titah Ziyad.

Bip.

Ziyad menyandarkan punggungnya sambil terus meremas tangannya yang kebas. Benar-benar menyebalkan jika phobia-nya harus kambuh seperti sekarang.

Ziyad merutuki kebodohannya karena membiarkan Naya begitu saja, tapi... mau bagaimana lagi, Ziyad sendiri tidak bisa menahan rasa mual dan pusing ketika melihat darah yang mengalir pada hidung Naya.


Setidaknya Ziyad yakin, bahwa Akio dapat menemukan Naya secepatnya. Ziyad sendiri merasa khawatir dengan keadaan gadis tersebut. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ziyad tersenyum kecut saat mengingat kalimatnya pada Shana.

"Sepertinya Shana akan benar-benar mengamuk nantinya," lirih Ziyad. Dia melirik pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya.

Dia masih mempunyai beberapa menit lagi sebelum kesadarannya berkurang. Ziyad berharap, bahwa Akio dan Ryuga dapat secepatnya melaksanakan apa yang dia harapkan dari mereka.

•×•×•×•

Setelah Akio mendapatkan panggilan mendadak dari Ziyad yang terdengar ketakutan, tanpa berpikir dua kali, Akio melesat ke tempat yang dimaksudkan oleh Ziyad. Dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi, tidak peduli dengan rentetan omelan dari orang-orang sekitarnya. Dia hanya memikirkan satu orang untuk saat ini. Naya.

Akio sampai di tempat yang dimaksudkan oleh Ziyad pada menit ke tiga puluh sembilan, dia juga sempat memaki Ziyad karena dengan tega meninggalkan Naya. Tapi kekesalannya langsung surut ketika dia melihat Naya yang bersimpuh di bawah pohon, sambil menundukkan kepalanya. Akio menghampirinya secara perlahan.

Banyak tisu dengan bercak merah yang berceceran di sekitar tempat duduk Naya, membuat Akio paham dengan apa yang terjadi pada sahabatnya, pantas saja.

Akio menepuk pundak Naya, memberitahunya bahwa ada dia didl samping gadis tersebut. "Naya?"

Suara bariton itu membuat Naya mendongakkan kepalanya. Dia melihat Akio yang menatapnya dengan wajah cemas. Rambutnya pun terlihat acak-acakan. "I-iya?"

Akio mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Naya yang sedang duduk diatas rerumputan. "Pulang, yuk?" ajaknya.

Sungguh, melihat keadaan Naya yang seperti ini membuat hati Akio merasa tercubit. Dia ngilu sendiri.

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang