Bagian 7 | My Hope ✓

132 33 3
                                    

Happy reading
~Sorry for typo~

"Semuanya hanyalah fatamorgana, jadi jangan terlalu muluk, hanya karena lara yang mengekang."
~Twin's

Anak adalah salah satu anugerah terindah dari Tuhan bagi mereka yang mensyukuri nikmat-Nya, bahkan dengan sangat baik hatinya, Tuhan juga tetap memberikan kasih sayangnya pada orang-orang yang lupa bersyukur sekalipun, sebaik itulah nikmat Tuhan. Tanpa pamrih.

Namun akhir-akhir ini, banyak yang tidak menyadari kebaikan Tuhan dan menghujat Tuhan dengan berbagai prasangka yang buruk, bukankah itu hanya sebuah persepsi semata? Karena pastinya Tuhan akan selalu menyayangi kita meskipun terkadang kita lupa dengan kehadiran-Nya.

Elvan Arusha yang sengaja menghentikan mobilnya di pinggiran jalan, dia menatap Shana yang berada di halte bus. Seorang wanita paruh baya yang ada di samping Elvan, mengikuti arah pandang suaminya. "Mas, itu Shana, kan?"

Pertanyaan Nana Naomi, istrinya. Terdengar sangat antusias. Matanya berbinar kala melihat anaknya, meskipun melihatnya dari kejauhan. Hati Nana sudah berdesir hebat dan netranya juga mulai berkaca-kaca.

Elvan mengulas senyumnya dan berkata lirih, menahan gejolak perasaan sendunya. "I-iya, dia Shana kita," ucap Elvan dengan manik matanya menatap Nana. Runtuh sudah pertahanan Nana yang akhirnya membuat wanita tersebut terisak.

"Shana .... "

Beribu-ribu sayang, mereka hanya bisa menglihat putri kecil mereka dari jarak sejauh ini. Ah, andai saja waktu dapat terulang kembali. Sudah mereka pastikan, agar Shana kecil mereka selalu berada dalam pantauannya.

Sementara itu, waktu menunjukkan pukul enam belas, tapi Shana merasa dirinya tengah berada di waktu siang hari-di mana matahari berada tepat di atas kepala kita- karena terik matahari yang begitu menyengat. Untung saja ,Shana tidak tinggal di Jakarta. Sudah dipastikan dia akan banyak mengumpat saking kesalnya.

"Tahu lama gini, udah dari tadi gue pesen ojol dari pada nunggu Opa, lama," gerutu Shana pelan. Acap kali dia menyeka peluh pada keningnya.

Tiba-tiba Shana merasakan hidungnya berair dan menyekanya pelan. Tak lama kemudian, hidungnya kembali terasa gatal dan memerah. Shana menggosoknya pelan dan mulai bersiap-siap menghitung. "Satu ... Dua ... Tiga ... Haaachimm! ... Haachim!"

Shana mendesis pelan. "Aish, ada-ada sih. Malu-maluin umat." Shana melirik sekitar halte dan sebagian besar dari mereka memperhatikan Shana, mungkin karena tadi Shana bersin dan terdengar aneh.

Tuh kan! Shana tersenyum kaku kepada mereka, tiga orang siswi yang menatap Shana dengan wajah yang terkejut.

"Lo udah lama di sini?" tanya seseorang yang kini sudah berada di samping Shana.

Awalnya Shana memilih mengabaikan pertanyaan tersebut. Dia berpikir bahwa orang itu-orang yang terlihat tidak asing baginya-mungkin bukan mengajukan pertanyaan padanya. Lagipula, Shana malas berbincang dengan orang lain.


Tapi Shana cukup terkejut saat menoleh pada perempuan yang melihatnya tersenyum ke arahnya. Kali ini, Shana mungkin tidak salah mengira, jika pertanyaan itu ditujukan padanya, kan?

"Hm, iya," sahut Shana seadanya.

"Huftt, gue juga sama. Tadi gue niatnya nunggu di pos satpam, tapi lama kelamaan gerah, boring juga. Jadinya gue ke sini dan akhirnya gue ketemu lo, deh. Pokoknya gue, seneng banget tahu!"

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang