Bagian 15 | Awal Dejavu ✓

90 20 0
                                    

Sorry for typo
~Happy reading~

"Banyak hal terjadi secara berulang, hingga kita sadar, bahwa kita hanya menetap pada suatu lingkaran tak bernama."
~Twin's

Hal yang paling Kiyo tunggu-tunggu adalah melihat sebuah senyuman penuh keikhlasan dan tawa lepas tanpa beban dari perempuan yang teramat dia sayangi. Perempuan hebat yang membesarkan dan mendidiknya sepenuh hati tanpa mengenal lelah dan batas lemah manusia. Ayu Kiyomi, seorang ibu yang amat berarti baginya.

Setelah pertemuannya dengan Celio Al-Lazuardi, pandangan Kiyo terhadap ibunya semakin berubah. Ibunya tampak bahagia dengan pria kedokteran itu, bahkan senyum di wajahnya yang sudah tua, dapat membuat Kiyo merasa terharu.

Kiyo berani bertaruh, dia pasti akan melakukan apa saja, demi melihat wajah bahagia ibunya. Meskipun di usianya yang sudah tidak lagi muda.

Dan saat semua itu berjalan sempurna, sebuah awal di mana rasa sakit itu tumbuh, kembali hadir. Sepertinya takdir menginginkan Kiyo untuk tidak pernah melupakan orang itu. Karena saat Kiyo dipanggil oleh Kepala Sekolahnya, Kiyo disuruh untuk menemui orang yang akan membantunya mendapatkan beasiswa dari salah satu donatur di sekolahnya.

"Kamu bisa menghubunginya lewat email, ketika sudah mendapatkan balasan, segeralah bertemu dengannya. Dia yang akan membantumu mengurus segala persoalan tentang beasiswamu," ujar Pak Bram, sambil memberikan sebuah berkas yang terbungkus oleh amplop coklat persegi panjang yang memuat segala hal tentang beasiswanya saat lulus dari sekolah ini.

Kiyo mengambil berkas tersebut, lalu tersenyum kaku pada Pak Bram. "Terima kasih, Pak. Saya izin pamit dulu."

"Silahkan, Nak. Jangan lupa, semangatlah! Bapak bangga terhadap prestasimu," ucap Pak Bram dan memeluk Kiyo sekilas. Beliau menepuk punggung Kiyo dengan wajah yang memancarkan aura bahagia yang sangat kentara.

Hati Kiyo merasa menghangat mendapatkan sebuah perlakuan yang tidak pernah dia dapatkan dari seorang pria yang selama ini mengakui dirinya sebagai ayah biologisnya. Belum pernah. Tapi yang dia dapatkan dari orang lain, sudah lebih dari cukup bagi Kiyo untuk merasakan bagaimana perasaan menghangat, kala dapat membanggakan orang tuanya.

Kiyo tersenyum sekilas dan keluar dari ruangan Kepala Sekolah dengan perasaan yang lebih meringan.

•×•×•×•

"PEMBAWA SIAL! PERGI SANA!!!"

Ruangan itu seperti terkena sebuah bencana yang mengerikan hingga membuat isinya berhamburan kemana-mana. Pecahan kaca yang berserakan sudah menjadi pemandangan alami baginya ketika terjadi pertengkaran seperti ini. Dengan sisa kesabaran yang dia miliki, dia memungut pecahan kaca tersebut dan menyapukannya dengan teliti.

Hatinya remuk, tapi dia tidak bisa menangis. Sesak dadanya hanya bisa dia pendam dalam diam. Orang yang masih memarahinya pun menatap nyalang padanya. Hingga urat-urat yang ada pada lehernya masih mengerat. Tidak pernah mengendur sedikit pun.

"HARUSNYA KAMU SAJA YANG PERGI, HUH!"

BRAK!

Lagi-lagi orang itu kembali menggila. Melemparkan ke sembarang arah barang-barang mudah pecah yang berada di jangkauannya. Ryuga harus tahan menghadapi amarah dari neneknya yang tak kunjung surut itu. Tak terhitung sudah kerugian yang ayahnya dapatkan dari barang yang neneknya rusak.

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang