Epilog

194 22 0
                                    

Sorry for typo
Happy reading

Naya memerhatikan dengan baik, tiap untaian kata yang dia tulis pada secarik kertas-di bagian belakang-berjudul 4 Desire.

Teruntuk kamu yang sukar menutup diri,
Namun, terlampau gundah akan masa depan nanti,
Meratapi kesedihan yang kentara,
Di balik rasa syukurmu pada Asma nya.

Kalimat penenang hanya sebatas fantasi belaka baginya,
Tidak ada yang dia ketahui, meskipun hanya tentang dirinya seorang.
Meragu akan impiannya yang kelak terlaksana,
Membiasakan diri dengan kejamnya kehidupan mendatang.

Terima kasih pada diri,
Telah bertahan hingga kini,
Berdiri hingga tertatih menerjang kabut kesedihan,
Berusaha tegap dan kokoh mengarungi kerasnya kehidupan.

Naya menahan dirinya untuk tidak menangis saat ini juga. Dia bangga dengan dirinya yang sudah bertahan sejauh ini, juga dengan bahagia karena Tuhan mampu membantunya untuk bertahan hingga sekarang. Ternyata mampu bernapas dengan baik, di antara banyak orang yang sudah tidak bisa bernapas lagi ataupun yang kesulitan bernapas sekalipun, adalah sebuah nikmat yang jarang kita syukuri.

Ah, Naya merasa dirinya terlalu cengeng untuk menghadapi situasi seperti ini. Tapi dia rasa, pilihannya ini adalah keputusan yang baik bagi semuanya. Daripada ditunda-tunda, Naya pikir untuk mengakhirinya sekarang saja.

Aku gak boleh cengeng kaya gini!

Nana yang sudah berada di samping Naya, terus saja tidak berhenti menangis. Bahkan sejak menjejakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta, ibunya ini sungguh tiba-tiba menjadi pribadi yang cengeng saja.

"Sudahlah, Ma. Ini gak akan selesai kalo Mama nangis mulu," ujar Naya, berpura-pura merajuk pada ibunya.

Nana memandang sendu putri kandungnya itu. "Kamu beneran mau tinggal di sana, Nay? Gak mau tunggu Shana dulu buat tahu ini dulu? Bukannya kamu udah tahu, Shana sayang sama kamu kan? Kamu tega tinggalin Mama di sini, Naya ..." cecar pertanyaan dari Nana membuat Naya harus mampu menahan dirinya untuk tidak kembali menangis lagi.

Terlebih lagi saat dia mengingat kejadian Shana yang mulai bersikap hangat padanya, membuat Naya merasa berat harus meninggalkan kota Metropolitan ini dan memilih melanjutkan kehidupannya di Negeri Paman Sam.

Naya dan Elvan berusaha membujuk Nana agar tidak sedih dengan keputusan yang diambil secara mendadak oleh Naya. "Sudah, Ma. Bentar lagi jadwal keberangkatan ku, Naya gak mau lihat Mama sedih gini," pinta Naya dengan parau.

Suaranya yang seperti orang menahan tangis, tentu dapat dikenali oleh Nana. Hatinya ikut merasa remuk saat harus dihadapkan oleh pilihan yang membuatnya kembali merasa berjarak dengan putri bungsunya. Nana mendekap tubuh Naya dengan erat. Matanya yang sembab karena lama menangis, tak dia hiraukan sama sekali.

"Kamu harus baik-baik, Naya! Kamu harus kembali ... " pesan Nana yang hanya bisa diangguki oleh Naya.

Karena Naya sendiri tidak bisa menjanjikan bahwa dirinya akan benar-benar baik-baik saja.

Sebab nyawa manusia tidak ada yang pernah tahu.

~Tamat~
17 Juli 2020
Thanks for reading ya~

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang