Bagian 28 | Kiyo Bagaskara ✓

73 16 0
                                    

Sorry for typo
~Happy reading~

"Jangan menebar harapan jika kamu tak berniat untuk menetap. Sebab hati perempuan tak akan berharap, jika kamu tak berucap."
~ Twin's

Kiyo membanting setirnya, berulang kali umpatan terus dia tuturkan pada dirinya sendiri yang dengan bodohnya melakukan tindakan di luar nalarnya. Seperti bukan dirinya saja!

"Bodoh, bodoh, bodoh!" umpatnya.

Kiyo masih berada di dalam mobilnya. Tidak ada niat sama sekali untuk beranjak dari sana. Padahal Kiyo tahu, bahwa Ayu pasti sedang mencemaskan dirinya yang tak kunjung pulang, saat waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Untung saja besok adalah hari Minggu, hingga membuat Kiyo tidak harus terburu-buru untuk bangun di pagi hari.

"Aghhhh... kenapa harus bilang gitu?! Bodoh banget!" Kiyo menjambak rambutnya frustasi. Kemudian dia menghela napasnya.

Kiyo merasa ada yang berbeda dari dalam dirinya. Apalagi melihat Shana  yang diganggu oleh preman-preman tersebut, ada sebagian dari hatinya yang terdorong untuk melindungi gadis itu. Walaupun dia tahu, bahwa dia sangat tidak menyukai Shana. Bukan artinya dia tidak peduli dengan perempuan itu, bukan?


"Terus kenapa harus buat janji segala?!"

Sekian kalinya Kiyo merutuki setiap kelakuannya malam ini. Dia hilang kendali—kalang kabut—saat melihat Shana nyawanya yang hampir terancam. Dalam benaknya, Kiyo hanya memikirkan 'cara terbaik' untuk melindungi Shana. 

Kiyo terlalu naif, kan? Ah, rasanya dia ingin membenturkan kepalanya ke tembok agar tidak bertindak gila lagi.

Di asa sudah cukup dengan tindakan penyesalannya, toh semuanya sudah terlanjur. Kiyo memarkirkan mobilnya di bagasi dan berjalan mengendap-endap menuju pintu utama rumahnya. Sebelum membuka pintu, kepala Kiyo di tempelkan dulu di depan pintu sambil tertunduk ke bawah.

Tak selang lima menit, kedua ujung bibirnya membentuk lengkungan. Senyum pertama Kiyo untuk orang selain Ayu dan Widia, jatuh pada Shana. Orang yang tak sengaja dia temui saat dia sedang dalam keadaan kalut karena Widan—mantan Widia—yang membuat Widia menangis dengan perselingkuhannya.

Kiyo membuka kenop pintu dengan perlahan, dalam hati dia berharap bahwa Ayu sudah tidur. Namun harapannya pupus saat melihat Ayu sudah berdiri melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kiyo, kamu tahu sekarang jam berapa?" sindir Ayu pada Kiyo yang mengusap lehernya, canggung.

"Tahu kok, Bun."

Ayu menatapnya dengan tatapan selidik, dia memerhatikan Kiyo dari ujung kepala hingga kaki. Dia bersyukur bahwa Kiyo tidak pulang dengan keadaan babak belur atau semacamnya.

"Habis dari mana? Tumben jam segini baru pulang? Gak tahu di sini Bunda udah khawatir sama kamu, Kiyo? Jawab pertanyaan Bunda, Kiyo!" cecar Ayu yang membuat Kiyo salah tingkah.

Kiyo mendekati Ayu dan menuntunnya untuk duduk di sofa. Ayu pun menurut. Dia masih cemas karena pemikirannya yang tidak-tidak. Anaknya satu ini sangat pandai membuatnya gelisah.

"Jawab pertanyaan Bunda, Kiyo!" titah Ayu lagi.

Terdengar suara helaan napas dari Kiyo. "Tadi Kiyo habis bantu orang, dia digangguin sama cowok brengsek, Bun," jelas Kiyo.

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang