Bagian 21 | Our Story ✓

72 18 0
                                    

Sorry for typo
~ Happy Reading ~

"Kamu yang terlalu sempurna, hingga membuatku sulit untuk mengimbanginya."
~Twin's

Satu hal yang dapat menjadikan seorang ibu seperti Nana kalang kabut seperti sekarang adalah perihal anak. Nana bahkan merelakan pekerjaannya tertunda, demi melihat putri sulungnya. Masih dengan pakaian khas wanita karir pada umumnya, Nana berjalan tergesa-gesa menuju ruangan melati, nomor 202. Tempat Shana sedang dirawat.

Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka lebar, menampilkan wajah lelah Nana yang masih saja terlihat muda daripada umur aslinya. Shana menatap lekat wajah Nana yang sudah dikategorikan berantakan, bahkan sangat kentara sekali dengan mata sembabnya.

"Ada, apa, Ma?"

Bukannya mendapatkan jawaban, Shana langsung mendapatkan sebuah dekapan hangat dari seorang ibu.

Shana sempat tersentak, dia dapat merasakan tubuh Nana yang bergetar hebat dan suara isak tangisnya pun mulai terdengar. Shana tersenyum tipis, hatinya sedikit menghangat sekarang. Dia mengusap punggung Nana dengan lembut.

"Gak apa-apa, kok, Ma. Aku baik-baik aja, jika itu yang ingin Mama tahu."

Nana melepaskan pelukannya. Ditatapnya lamat-lamat Shana dengan hati yang terasa berdenyut nyeri. Dia merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anaknya.

"Maafin Mama ya, Shana?" pinta Nana dengan suara parau.

Shana menggerakkan kepalanya, menggeleng. "Bukan, karena Mama," jelasnya. "Ini memang udah takdir aku, dari kecil, kan?" lanjut Shana dengan suara yang tidak kalah lirih.

Nana tersenyum getir melihat keadaan putrinya. Dia menjawat lengan Shana dan meremasnya pelan. "Jangan khawatir, ya. Mama sama Papa kamu, pasti ngeusahain buat kamu sembuh. Itu pasti," ucap Nana sambil mengelus puncak kepala Shana.

Shana merasa pertahanannya luluh seketika. Hanya karena perhatian sekecil ini mampu membuatnya kembali menangis. Tangisnya pecah bersamaan dengan kedatangan Dokter Celio Al-Lazuardi yang menjadi dokter kepercayaan keluarganya, mengatakan bahwa sekarang adalah saatnya untuk pemberitahuan mengenai kesehatan Shana, hasil tes yang mereka tunggu akhirnya keluar juga.

Nana memang bukan ibu yang selalu perhatian padanya, karena cenderung perhatian ibunya itu teralihkan pada Naya. Shana tak menuntut lebih, tapi dia merasa miris dengan dirinya sendiri. Mendapatkan limpahan perhatian hanya saat dia sedang sakit saja. Selebihnya, Nana hanya akan fokus pada Anaya.

"Baik Dokter, saya segera ke sana." Dokter Al pun mengangguk dan memberikan waktu kepada ibu dan anak itu.

Shana menatap Nana penuh harap. "Shana ... ikut, ya Ma?" bujuknya.

"Gak, Sayang. Kamu di sini aja, ya?" tolak Nana.

Dia tidak sanggup jika putrinya itu mengetahui sebuah rahasia yang sudah dia tutup-tutupi selama ini.

Dia belum siap.

Dan tidak pernah akan siap.

"Ma, ayolah... Aku gak kenapa-napa, kok. Lagian dengan aku mengetahui penyakit ku, itu lebih baik buat aku, kan? Jadi aku lebih bisa jaga diriku, Ma."

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang