Bagian 25 | Semuanya menjengkelkan! ✓

79 18 0
                                    

Sorry for typo
~Happy reading~

"Cukup sudah, jangan bersandiwara. Karena aku tak butuh tawa, melainkan sebuah fakta yang tak kau bagi."
~Twin's

Naya tidak pernah tahu bahwa orang yang selalu menjaganya ketika kedua orang tuanya pamit untuk beristirahat adalah kembarannya, Shana. Kedua orang tuanya tidak bisa terus menerus menemaninya, karena mereka juga mempunyai pekerjaan yang sangat banyak.

"Cepet sembuh ya, Sayang," pamit Nana seraya mengecup kening Naya yang sedang terlelap.

Elvan telah menghubungi orang-orang kepercayaannya untuk menjaga Naya selama dia sama Nana pergi bekerja. Mereka berdua tidak tahu, jika Shana diam-diam membuat orang-orang suruhan Elvan bungkam atas kehadirannya yang sering merawat Naya ketika Naya sedang tidak sadar.

Semenjak Naya bangun di pagi hari, rasa sepi itu memeluknya erat dalam keheningan yang membuat Naya menghela napasnya. Dia menatap kosong ke arah langit-langit dan menerka-nerka kejadian yang nampaknya terus datang silih berganti menimpanya.

Naya tahu bahwa tidak selamanya dunia itu berporos padanya. Dia sangat tahu, tapi tetap saja Naya merasa lelah dengan apa yang dialaminya.

Naya mengambil beberapa lembar kertas yang berada di dalam laci. Terdapat lima lebar kertas yang isinya menjelaskan mengenai kesehatannya yang turun secara drastis. Tanpa harus di cek, Naya sendiri sudah menyadari bahwa tubuhnya semakin sulit untuk terus melakukan aktivitas saja. Rasa lelah terlanjur mendominasinya.

"Andai saja aku bisa kembali kaya dulu," gumam Naya pelan.

Naya segera menggelengkan kepala. "Gak boleh mikir gitu!" Naya berusaha menyingkirkan pikiran aneh yang mulai membuatnya bisa terpuruk. "Setidaknya aku harus bersyukur bisa bertahan sejauh ini. Karena banyak dari mereka yang bahkan lebih dulu meninggalkan dunia ini daripada aku, kan?"

Naya tersenyum miris saat bermonolog. Hatinya tidak bisa dibohongi bahwa jauh di lubuk hatinya, dia sangat iri terhadap kehidupan normal orang-orang di sekitarnya. Terlebih saat orang itu dapat hidup tanpa bergantung pada obat-obatan sepertinya.

Ah, ternyata hidupnya memang bergantung pada obat yang dikonsumsi, serta pada Tuhan.

Ekor mata Naya melirik sekilas berlembar-lembar stok obat di atas lacinya. Naya memalingkan muka, enggan melihat obat-obatan tersebut.

Harus sampai kapan, aku bertahan seperti ini Tuhan?

•×•×•×•

Shana memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan, selain untuk menghindari interaksinya dengan Ziyad, Shana pun perlu ketenangan saat ini. Perasaan campur aduk antara problem keluarganya, keadaan Naya, perasaan aneh yang dia rasakah pada Ziyad, juga setumpuk tugas dari sekolah membuat mood-nya terjun bebas layaknya perosotan.

Shana berusaha membenamkan kepalanya di atas tumpukan tangan. Baru saja sejemang Shana merasa ketenangan, hal itu kembali direnggut darinya  saat dia mendengar suara yang membuat tidurnya terusik.

"Ngapain di sini?"

Karena malas membuka matanya yang setengah terpejam itu, Shana sedikit mengerang kesal.

"Apaan sih lo, ganggu aja!" ketus Shana.

"Emang Naya belum ke sekolah lagi? Ini udah tiga minggu dia absen dari kelas padahal."

Shana yang mendengar suara tersebut langsung membuka matanya. Dia tidak melihat siapa pun di depannya, namun suara tadi seperti suara yang sangat dia kenali dan juga dari arah yang dekat. Shana celingukan ke samping kanan dan kiri.

Twin's [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang