Part 9

5.8K 462 4
                                    

Happy Reading...

◆◆◆

Renata membeku mendengar pertanyaan Vienna kepadanya. Sedari tadi Renata selalu menghilangkan fikiran negatifnya dan akhirnya pertahanan itu hancur saat mendengar perkataan Vienna.

"Membayangkannya saja sudah membuatku ingin menangis." Lirih Renata dengan nada yang bergetar. Vienna masih menatapnya yang menandakan bahwa dia masih menunggu jawabannya.

"Aku akan mempertahankan apa yang sudah membuatku bahagia dari kecil. Jika aku ikut bersama orang tua kandungku, tidak menutup kemungkinan bahwa aku akan bahagia atau tidak disana, atau bahkan aku akan semakin terluka mengingat bahwa aku memiliki saudari kembar yang sudah meninggal."

"Sungguh aku tidak kuat membayangkannya." Kekeh Renata dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Melihat Renata menangis, Vienna mematikan kompornya dan memeluk Renata erat. Tanpa mereka sadari, sedari tadi Cris dan Revan berada di ruang makan dan mendengar perkataan mereka. Revan menepuk pundak Cris saat melihat air mata yang keluar di pipi Cris.

Renata semakin terisak karena fikiran negatif itu mulai masuk kedalam fikiran ya. Sungguh Renata takut jika hal itu terjadi padanya. Tapi Renata berdoa dan mempercayai bahwa orang tuanya tidak akan pernah menyembunyikan apapun darinya.

"Kenapa jadi melow." Renata terkekeh setelah melepaskan pelukan.

Mereka menertawakan tingkah mereka yg menangis, Renata mengusap air matanya.

"Tante, bolehkah aku melihat foto anakmu. Anakmu kembarkan, itu artinya mereka memiliki wajah yang sama atau tidak ?" Tanya Renata.

Vienna terdiam tak tahu harus berkata apa saat Renata berkata seperti itu.

"Girls, apa kalian sudah selesai ? Kami mulai lapar. " Vienna menghela nafas lega mendengar perkataan Revan. Karena terbebas dari perkataan Renata.

"Ayo, mereka sudah kelaparan." Ajak Vienna dan pergi kearah meja makan dengan tangan yang membawa pancake.

Renata pun mengikutinya dengan membawa pitcher yang berisikan susu.

"Tante duduklah biar aku saja yang menyajikan pancake nya." Titah Renata kepada Vienna.

Vienna pun tersenyum melihat Renata mulai menyajikan pancake dan susu kepada Cris.

Renata pun duduk di kursi tepat disamping Vienna. Mereka pun mulai menikmati sarapannya dengan sedikit obrolan yg membuat suasana ruang makan menjadi hangat.

" Kenapa mata kalian sembab ?" Tanya Revan walaupun dia sudah mengetahui kebenaran nya.

"Hmm kami memotong bawang membuat mata kami perih." Jawab Renata berbohong.

"Bukankah yang kalian masak hanya pancake saja. Untuk apa memotong bawang." Pernyataan Revan membuat semua terdiam.

"Benar, kenapa aku memakai alasan bodoh itu." rutuk Renata pelan yang masih bisa didengar oleh semua orang yang ada di meja makan.

"Kamu memang bodoh." Pernyataan itu keluar dari mulut Revan menjawab gumaman Renata.

"Hey kenapa kau menyebutku bodoh." Ucap Renata kesal. Revan hanya mengendikkan bahunya menjawab perkataan Revan membuat Renata kesal.

"Tante belum menjawab pertanyaanku didapur tadi." Pernyataan itu Renata membuat Vienna dan yang lain menegang.

"Iya nanti Tante akan menunjukkan nya." Ucap Vienna pelan.

"Oh iya aku ingin bertanya, apakah kalian bersaudara ?" Tanya Renata sambil menatap kearah Revan dan Cris.

"Tidak, sebenarnya Uncle Cris dan ayahku bersahabat hingga aku dekat dengan mereka." Jawab Revan dan dibalas anggukkan oleh Renata.

"Sejak kapan kalian bersahabat Paman ?" Tanya Renata kepada Cris.

"Kami bersahabat saat SMA dan kami membuat usaha keci kecilan dan sekarang kami mempunyai perusahaan besar masing masing dan bekerja sama sampai sekarang." Jawab Revan.

"Woaw, persahabatan kalian sangat setia. Sedari kecil aku selalu ingin mempunyai hubungan persahabat seperti paman." Jeda Renata.

"Tapi harapan itu pupus, saat kecil aku mengira bahwa sahabat itu adalah teman masa kecil kita oleh karena itu aku terus bertahan berteman bersama dia walaupun dia bisa dibilang membawa pengaruh buruk untukku. Saat kami SMP sekolah kami berbeda, aku menjadi orang yang sangat intovert karena yang kutau dialah temanku satu satunya. Dan hal itu tidak terjadi padanya, dia baik baik saja malah dia mempunyai banyak teman di sana dan melupakanku. Ada rasa senang sekaligus sedih yang dirasakan olehku, disatu sisi aku senang karena tidak berteman lagi dengannya dia menjadi sosok seperti jalang sekarang dan disatu sisi lagi aku sedih karena merasa dikhianati. "

"Dan aku tersadar ternyata dia tidak menganggapku sebagai sahabatnya selama ini. Aku menyesali kehidupan masa SMP ku karena aku tidak mempunyai teman satupun. Dan akhirnya aku mulai membuka lembaran baru saat aku masuk SMA. Aku mendapatkan banyak teman di sana ya walaupun aku masih belum mempunyai sahabat." Lanjut Renata.

"Dan sekarang aku menyadari bahwa sahabat itu bukanlah teman masa kecil tetapi teman yang selalu ada disaat kita senang maupun sedih." Renata berkata dengan tersenyum di bibirnya.

"Ahh maafkan aku sepertinya aku bercerita terlalu panjang." Sesal Renata menyadari perlakuannya.

"Tidak apa apa nak,kamu bebas bercerita apapun yang kmu mau, kami tidak akan melarangmu." Ucap Cris.

"Ah benarkah tidak apa, aku sering membaca novel dan disitu menceritakan orang seperti kalian sangat mementingkan tata Krama seperti tidak boleh bicara saat makan." Perkataan Renata membuat ketiga orang yang mendengarnya terkekeh geli.

"Jangan terlalu mempercayai novel picisan itu, bagaimana pun juga kehidupan novel dengan real life sangat berbeda." Renata memajukkan bibirnya mendengar perkataan Revan. Dan mulai melanjutkan makanannya yg tertunda.

Revan, Cris dan Vienna terkekeh gemas melihat tingkah Renata. Kekehan itu terhenti saat seseorang datang ke ruang makan.

"Tuan maaf saya mengganggu sarapan kalian."

Deg

Renata menegang mendengar suara yg tak asing masuk kependengarannya.

'suara itu, oh tidak mungkin Tuhan.' batin Renata.

◆◆◆

To Be Continue...

DESTROYED [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang