Karenina Andaria Halsen
* * *
Gue bukannya sok suci nolak setenda sama Nina. Kita sahabatan, gue juga udah biasa ditempelin si Nina. Bahkan gue juga santuy aja kalo kita boncengan dan Nina nggak sengaja nempelin dadanya yang ga segede punya Helen itu ke punggung gue. Tapi masalahnya, gue udah hiatus berminggu-minggu. Dua minggu karena kampus libur dan gue lagi balik ke Semarang, seminggu karena Helen mens, dan Al nyuruh gue harus setenda sama Nina?
Sorry men, gue nggak mau ambil resiko.
Orang-orang yang udah tau gimana reputasi gue di dunia malam dan kehidupan kampus yang penuh kebejatan ini mungkin akan tertawa, tapi gue juga punya batasan. Nginep dengan Nina adalah salah satu pantangan yang ga bisa gue langgar. Jadi, gue lebih suka jadi bahan ejekan Al dan setenda sama Dion daripada harus jadi manusia brengsek untuk Nina.
Nina sendiri nggak mikir sampai kesana. Dia cuma protes kenapa gue nolak setenda karena itu membuat dia mau nggak mau setenda bareng Vanes. Akhirnya, gue ajak juga dia jalan-jalan bentar keliling Villa. Seperti yang dia minta di awal. Ini trik yang gue dapet selama temenan sama dia. Nina berhenti marah-marah kalo dituruti kemauannya. Meski sepanjang jalan dia masih ngomel nggak jelas, tapi paling enggak dia udah nggak protes tentang Vanes.
Gue menghalau hawa dingin gunung yang menusuk tulang dengan rokok sementara Nina narik lengan gue buat dia peluk selama jalan. Bahkan sampai kami balik pun, Nina masih aja ngerangkul lengan gue. Dia juga ngeluh dingin dan minta gue gosok-gosok tangannya.
"Manja banget, dasar," ejek Vanes sinis.
"Yoi. Bantu-bantu manggang ini juga bisa kan?" timpal Kat dengan kesinisan yang sama.
"Kita kan udah bagi tugas. Tuh, gue udah siapin camilan banyak. Pake duit juga kali itu belinya. Lagian kenapa kalian disini kalau enggak guna?"
"Nin, sumpah ya... Tenang dikit bisa nggak?" sela Vira udah hilang kesabaran ke mereka bertiga, "Kalian juga. Bisa nggak jangan berantem di pesta gue?"
Nina itu paling sebel kalo dimarahin Vira. Apalagi gara-gara masalah sepele. Kayak sekarang, dia ditegur Vira yang emang pembawaannya lebih dewasa. Alhasil, Nina yang sejak tadi gelendotan di lengan gue semakin nempel kayak cicak di tembok dan ngedumel sendirian.
Gue, Al, Gana, dan Dion ketawa. Nggak tanggung-tanggung, kita ngakak sejadinya.
"Thanks," sindir Nina sebal.
"Sorry," jawab gue ga begitu menyesal karena ngetawain dia.
"Karena lo udah ngetawain gue, lo gue hukum. Cepet, ambilin itu."
"Gimana bisa gue ngambil itu kalo lo gelendotan di lengan gue terus?"
Tersenyum malu, Nina lantas duduk tegak dan membiarkan gue mengambil segelas wine yang udah Al tuang dan jejer rapi di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, FRIEND
RomanceAda yang bilang jika sahabatan antara cowok dan cewek itu mustahil. Gue sih nggak setuju. Bagi gue yang punya sahabat cewek secantik Nina, nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh selama hampir jalan 4 tahun kita sahabatan. Tapi gue rasa gue akan bisa k...