4.3 Nightmare

18.5K 437 10
                                    

Jam ada di angka setengah satu malam saat gue dengan tidak tahu malunya memanggil-manggil Nina di depan pintu apartemen yang sangat familier itu. Gedoran demi gedoran yang gue lakukan cukup untuk memberitahukan sang pemilik bahwa gue cukup nekat dan nggak berniat pergi sama sekali.

Bingo!

Pintu terbuka, tapi bukan wajah Nina, melainkan wajah kesal Vira yang harus gue hadapi.

"Lo namu woy!" maki Vira dengan pintu setengah terbuka, "Heran, nggak ada etikanya sama sekali."

"Gue mau ketemu Nina!"

"Dah telat. Berlakunya kemaren doang."

"Gue lagi nggak mau bercanda, Vir."

"Yang bercanda siapa? Itu kata Nina. Bukan kata gue."

"Oh ya? Gue perlu ngomong sama dia kalau gitu."

Vira tetep nahan gue. "Apa-apaan siii?"

"Lo yang apa-apaan? Gue perlu ngomong sama dia!!!"

"Lo emang perlu ngomong sama dia, tapi nggak sekarang. Kondisinya lagi nggak baik, Ga. Lagian, gue nggak ijinin Nina bicara sama lo dengan keadaan lo kayak gini. Lo berantem sama siapa sampai muka kayak gitu? Mabuk kan lo?"

 Lo berantem sama siapa sampai muka kayak gitu? Mabuk kan lo?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sama Al."

"Heh? Gila ya ni anak. Lo apain pacar gue?"

"Mending lo tanya dia. Please, Vir... Gue udah nggak mabuk kok."

"Lo aja mukul Al. Sahabat lo, Ega! Siapa yang bakal jamin lo nggak bakal kasar sama Nina?"

Gue bener-bener nggak habis pikir sama Vira. Apa dia nggak paham permasalahan antara gue dan Alden? Apa dia pikir kita berantem sampai saling bunuh? Apa dia juga pikir... gue tega mukul Nina atau apapun itu yang ada di benak dia?

Mukul Nina... Sohib terbaik gue dan sekarang ibu dari anak gue?

Gue berusaha meredam emosi gue sendiri. "Vir, lo tolong minggir ya."

"Nggak bisa!"

"Vir..." gue literally memohon sekarang.

"Lo jangan bikin gue emosi ya Ga..."

Vira dan gue masih saling adu keras kepala saat terdengar suara rintihan Nina. Nggak jelas memang, tapi bahkan dengan suara sekecil itu gue tetep tau itu suara Nina dan tiba-tiba jantung gue serasa diremas.

"Nin? Lo nggak papa, kan?" teriak Vira khawatir.

Gue menatap panik ke Vira, dan Vira balas menatap ngeri ke gue. "What the f-, LO MINGGIR NGGAK?!"

"Y-ya gue bakal minggir, tapi lo bisa tenang dikit nggak?"

Gue cuma lari dan Vira ngikutin gue sama paniknya. Gue nggak tau gue sebutuh ini pengen mastiin Nina baik-baik saja hingga gue merasa luas rumah ini juta-juta kilometer, bukan beberapa belas meter saja.

HELLO, FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang