Vote dulu guys. Gue tau lo suka yang hot-hot. Vomment biar gue semangat lanjut.
* * *
“What the hell is that?" umpat gue kasar di depan Nina. "Kenapa enggak nenek lo peyang!”
Sekali lagi, gue refleks menjauh dari Nina. Sayangnya, dia kini ikut duduk dan menatap polos ke gue. Nina, Goddamnit, entah kenapa bener-bener sangat seksi malam ini. Padahal dia cuma pake kaos biasa, cardigan yang melorot dari bahu, rambut yang acak-acakan dan hampir lepas dari kuncirnya.
Nina tau gue lagi memperhatikan dia. Dia nggak ngomong apa-apa, cuma menjilat bibir gugup yang tanpa dia sadari, bagi gue, itu seolah undangan terbuka. Anjing.
“Tidur sana. Gue akan pura-pura nggak denger omongan lo tadi.”
Nina bukannya tidur, tapi malah memasang wajah cemberut.
“Kenapa lo nggak mau tidur sama gue?”
“Kenapa?! Mikir woi, mikir.”
“Iya, gue mikir. Gue pengen make out sama orang, ga dibolehin. Gue pengen make out sama lo, lo yang ga mau. Kenapa? Karena gue nggak seseksi Helen, kan? Jadi lo nggak mau sama gue?”
Gue bener-bener nggak bisa berkata-kata sekarang ini. Segitu pengennya kah Nina buat ngelakuin itu hingga pikirannya udah nggak waras? Atau jangan-jangan...
“Lo tadi minum berapa gelas?" Tuduh gue yang mendekat buat cium bau nafas dia. "Gue cuma kasih lo 2 slot, dan lo ngelantur kayak gini?”
“Gimana caranya gue minum kalo gue di sebelah lo terus? Gue sadar 100%. Lo aja mungkin yang kebanyakan minum tadi.”
“Kalo lo nggak mabok, kenapa lo minta itu? Lo lupa, kita sahabat. Mau 4 tahun sama-sama. Lo mau kita bangun besok pagi dan nyesel karena baper nggak jelas di gunung malam ini? Lo masih bisa mikir nggak?”
Gue nggak pernah marah ke Nina. Baru malam ini dan itu berarti dia emang udah keterlaluan. Selama ini, gue cuma sebatas negur dia, nggak pernah sampai dalam tahap mau nyekek ni anak.
“Lo tidur baik-baik disini. Gue mau tidur di luar.”
Gue hendak beranjak pergi tapi Nina nahan tangan gue. Kemudian, seolah semuanya nggak akan bertambah runyam, tangan gue yang sedang digenggamnya kini Nina letakkan di dada kirinya. Bukan karena dia pengen gue remes, tapi biar gue ngerasain gimana detak jantungnya.
“Ega, jangan kira gue nggak deg-degan. Gue takut banget. Gue nggak mau lo marah. Tapi gimana? Gue nggak bisa bohong. Gue nggak tau kenapa gue bisa sepenasaran ini. Dan gue juga nggak paham kenapa malam ini gue tiba-tiba pengen."
"Nin..." geram gue berusaha menahan diri.
Nina mandang gue dengan memohon. "I am here, dan gue juga tau lo lagi butuh.”
"Nggak bisa."
“Kalo lo nggak mau ngelakuin sama gue karena gue seorang Nina, ya udah. Anggep aja gue orang lain. Anggep aja malam ini kita dua orang asing yang nggak pernah ketemu dan saling memberi kebutuhan satu sama lain.”
Fuck, gue harus gimana Tuhaaan? Ucapan Nina bener-bener menggoda dan gue nggak nyangka, betapa menyenangkan menyentuh payudaranya kayak gini.
Gue meneguk ludah gugup. “Lo yakin?”
Gue udah menutup setengah jarak diantara kami berdua. Nina mungkin bisa ngerasain deru nafas gue sekarang, sama seperti gue yang bisa ngerasain hembusan hangat nafasnya.
Pertanyaan gue dijawab Nina dengan jemari tangannya yang membelai wajah gue dan menyuruh gue mendekat. “then, kiss me. Please.”
Dan runtuh sudah pertahanan diri gue. Iblis wanita satu ini udah mengucapkan mantra sihir yang nggak bisa gue tolak.

KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, FRIEND
Любовные романыAda yang bilang jika sahabatan antara cowok dan cewek itu mustahil. Gue sih nggak setuju. Bagi gue yang punya sahabat cewek secantik Nina, nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh selama hampir jalan 4 tahun kita sahabatan. Tapi gue rasa gue akan bisa k...